Pati, 5News.co.id – Fakta baru kasus kriminalisasi atas terdakwa Sri Kunaryati, warga desa Sekarjalak Margoyoso, terungkap dalam sebuah acara talkshow, yang diselenggarakan oleh Televisi Simpang5 dengan tema “Dua Balita Mencari Keadilan” dengan menghadirkan putri terdakwa Sukma Eka, Penasehat Hukum Dio Hermansyah, SH, Aktifis NKRI Joko Sutrisno dan seorang pakar hukum Universitas Muria Kudus DR. Hidayatullah pada Selasa (14/8) pukul, 19.30 WIB lalu.
Baca Juga: Menyoal Hasil Visum, Penasehat Hukum Akan Laporkan Dokter Ke Mabes Polri
Dalam acara itu, Pakar Hukum Universitas Muria Kudus DR. Hidayatullah mengatakan bahwa korban datang ke Rumah Sakit Islam (RSI) Pati sebanyak dua kali. Kali pertama korban datang ke RSI dan minta divisum, ditangani oleh seorang dokter dan dua perawat. Namun, oleh dokter pertama yang menangani, permintaan korban ditolak karena tidak ditemukan luka-luka sama sekali pada tubuh korban.
Selang beberapa hari, korban datang kembali ke RSI dan ditangani oleh dokter yang berbeda dengan luka-luka dan minta untuk di visum. Itupun tanpa bukti otentik berupa foto-foto luka korban saat divisum.
DR. Hidayatullah menyatakan bahwa informasi tersebut didapatkannya langsung dari salah satu pegawai RSI yang mengetahui bahwa korban Puji Listia Rini (26) pada saat mendatangi RSI dan bisa dipertanggung jawabkan.
“Visum dijadikan sebagai alat bukti tertulis dalam persidangan tindak pidana, jadi harus betul-betul dicermati. Dalam penyidikan itu ada tahapan-tahapan sehingga hasil visum tidak lemah sebagai alat bukti di pengadilan,” kata DR. Hidayatullah.
Dalam sidang terakhir yang digelar pada Selasa (14/8) lalu, penasehat hukum terdakwa Dio Hermansyah SH meminta majelis hakim untuk membebaskan terdakwa dari semua tuntutan yang didakwakan jaksa penuntut umum. Dalam pledoi yang dibacakannya di hadapan majelis hakim, Dio mengatakan bahwa permohonannya itu didasarkan pada dua alasan.
Yang pertama, menurut Dio hasil dakwaan yang dibacakan jaksa dinilainya tidak cermat, selain itu kesaksian korban juga berubah-ubah dan tidak sama dengan BAP. Yang kedua, hasil visum tidak dilandasi oleh bukti otentik berupa foto. Bahkan pihak penyidik sejauh ini juga tidak bisa menghadirkan bukti otentik berupa foto luka korban saat divisum. Hal ini menandakan bahwa laporan hasil visum itu lemah, tidak otentik dan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti.
Baca Juga: Menilai Banyak Kejanggalan, Kuasa Hukum Akan Tuntut Balik Saksi
Dalam pembacaan pledoi, Dio juga menambahkan kalimat penutup yang dibacakan dihadapan majelis hakim “Di akhir kata saya menyampaikan lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah,”.
“Ya, itu saya kutip dari adigium hukum yang terkenal, “lebih baik membebaskan 1000 orang yang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah. Karena dalam kasus ini kami berharap majelis hakim bersikap bijaksana dan cermat, untuk bisa melihat fakta-fakta dalam persidangan dan ditambah dengan satu fakta baru yang telah terungkap.” tandasnya.
“Kami meminta kepada pegawai RSI yang telah memberikan keterangan tersebut untuk siap memberikan kesaksiannya, berikut dokter dan dua perawat yang pertama kali menangani korban.Yang telah melihat serta mengatakan korban Puji Listia Rini tidak ada luka satupun di tubuhnya dan menyatakan korban baik-baik saja. Juga siap memberikan kesaksiannya untuk fakta baru, sehingga bisa memberikan titik terang untuk kasus ini dan membantu mengungkapkan kasus kriminalisasi terhadap terdakwa Sri Kunaryati hingga bisa dibuktikan tidak bersalah atas apa yang telah didakwakan terhadapnya,” ujar Dio menegaskan.
Terkait dengan pengungkapan fakta baru dari dr. Hidayatullah, Dio mengatakan, “Hal itu semakin memperjelas adanya kongkalikong dalam skenario untuk memenjarakan Sri Kunaryati,”.
“Mohon bagi para penegak hukum di Pati, janganlah membuat skenario untuk dijadikan sebuah target dalam memenjarakan orang tanpa bukti yang jelas. Jangan sampai ada Sri Kunaryati kedua ketiga keempat setelah ini. Cukup ini yang terakhir. Perlu selalu diingat bahwa hukum Tuhan akan lebih pedih dari hukum buatan manusia,” pesan Dio.
“Saya ingat di persidangan, ketika majelis hakim menanyakan kepada korban apa kerugian yang dialami setelah kejadian dan apa bisa beraktifitas? Jawaban korban berubah-ubah dan akhirnya menjawab ‘setelah kejadian bisa beraktifitas seperti biasa’. Majelis hakim kemudian menyatakan bahwa ini masuk pidana ringan biasa. Pasal yang digunakan bukan 351 ayat 1 tapi lebih ke 352,” paparnya menjelaskan.
“Apalagi dalam kasus ini Sri Kunaryati, terdakwa sudah dipenjarakan tanpa mempertimbangkan hak-hak dan perlindungan hukum anak-anak balita terdakwa yang masih dibawah umur dan tentu tanpa fakta-fakta, serta alat bukti yang jelas.” Kata Dio menambahkan.
Sementara itu, saat dihubungi wartawan, putri terdakwa Sukma Eka mengatakan pihaknya berharap pledoi yang disampaikan dalam sidang terakhir mampu membuat majelis hakim untuk mempertimbangkan fakta-fakta yang semakin jelas terungkap, untuk memberi keputusan tidak bersalah dan mengembalikan nama baik dan kehormatan ibunya.
“Saya harap majelis hakim mau mempertimbangkan fakta-fakta selama proses sidang, untuk memberi keputusan tidak bersalah kepada ibu saya sehingga akan mengembalikan nama baik dan kehormatannya, dan yakinlah bahwa kebenaran itu tetap akan pada tempatnya dan akan terungkap suatu hari nanti cepat atau lambat. Mau di atur dan disembunyikan dengan cara apapun . Hanya masalah waktu saja” katanya.
Di lain pihak, aktifis NKRI Joko Sutrisno dalam acara talkshow itu menyatakan kesiapannya dalam mengawal kasus ini dengan langkah-langkah hukum untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya.(hsn)