Sosial Media, Dampak Psikologisnya pada Remaja

(Seri Bijak Bersosmed)

Penulis: Umar Husain

Internet semakin merakyat, saat ini bisa dikatakan hampir setiap orang menggunakan internet sebagai alat komunikasinya. Sebagai contoh, beberapa tahun lalu,orang masih terkagum-kagum dengan teknologi video call, yang kala itu masih menjadi layanan ekslusif perusahaan penyedia layanan seluler. Sekarang setiap smart phone bisa digunakan untuk menggunakan layanan itu. Sosial media pun sama, beberapa tahun lalu, hanya ‘ABG’ yang menggunakan jaringan sosial media untuk berkomunikasi dengan sesamanya yang berbeda lokasi.

Saat ini, sosial media sudah menjadi bagian dari gaya hidup setiap pengguna seluler. Hampir bisa dipastikan setiap pengguna handphone, juga berlangganan internet dan memiliki akun sosial media. Muncul lah kebiasaan-kebiasaan baru sebagai akibat dari penggunaannya. Tak jarang kita temukan beberapa orang di satu meja yang sama, dengan kepala tertunduk ke bawah dan senyum-senyum sendiri. Di kesempatan lain kita lihat teman yang kelimpungan kesana kemari karena tidak ‘dapat’ sinyal. Ada lagi yang bela-belain ‘nebeng’ hotspot temannya, supaya bisa online. Ada juga yang ngomel-ngomel gak jelas sambil ‘khusyu’ ngetik. Alhasil, ‘kecanduan medsos’ ternyata menimbulkan gejala perilaku baru.

Secara istilah saja, kita memahami bahwa sosial media diciptakan sebagai alat berinteraksi dan berkomunikasi. Mungkin penciptanya juga bercita-cita agar manusia dapat selalu ‘terhubung’ walaupun terpisahkan oleh jarak geografis. Bisa jadi pada awalnya begitu, terbukti di ‘era awal’ jejaring sosial media, penggunanya merasa senang saat bisa berinteraksi kembali dengan keluarga dan teman, yang kini entah tinggal di negara dan kota mana. Namun lama kelamaan, kenapa orang malah malah makin sibuk dengan gadget? Bagaimana bisa sekumpulan orang di satu meja namun tak saling bicara? Atau malah memisahkan teman atau bahkan saudara akibat pilihan politik yang berbeda? Kok bisa ya?

Ibarat pisau tajam ditangan seorang pembunuh dan master chef. Bendanya sama, tapi akan berbeda dampaknya. Ditangan seorang master chef yang ahli masak, pisau tajam akan berperan untuk menghasilkan sebuah masakan yang enak dengan cepat. Sebaliknya, ditangan seorang pembunuh, benda itu akan membuat korbannya kehilangan nyawa dengan cepat.

Selain membawa manfaat, ternyata juga memberi dampak buruk pada psikologi penggunanya. Sebuah hasil penelitian yang dirilis oleh peneliti dari Jerman mengungkapkan bahwa keberhasilan seorang teman dalam sebuah postingan di medsos dapat memicu perasaan iri, kesepian dan menderita temannya yang lain. Dalam sebuah jurnal Cyberpsychology, Behavior and Social Networking menyebutkan bahwa frekuensi yang terlalu sering dalam menggunakan social media bisa menyebabkan gangguan kesehatan mental yang serius, ironisnya kebanyakan yang terdampak adalah remaja. Menurut jurnal tersebut tingkat gangguannya bisa sampai ke level depresi dan gejala skizofrenia. Dalam sebuah studi yang dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 2015, juga menemukan fakta 42{87a6ba9263d977182cf0a134e761ac1c7030e18f2a2187e1929c78f85c4b9bec} responden mereka menyatakan bahwa internet bullying atau tekanan yang terus menerus di sosial media akan menimbulkan stress dan tingkat kecemasan yang akut pada remaja. Sementara 20{87a6ba9263d977182cf0a134e761ac1c7030e18f2a2187e1929c78f85c4b9bec} lainnya mengatakan bahwa jaringan sosial efek paling negatif untuk suasana hati.

Mulai sekarang batasi main medsosnya, gunakan akunmu dengan bijak dan tidak berlebihan.

Komentar