Hoax Membajak Akal Sehat

Hoax Membajak Akal Sehat

(Seri Bijak Bermedsos)

Penulis: Umar Husain

Hoax sengaja diproduki dan ‘dijual’ demi tujuan-tujuan jahat. Kasus Saracen membuktikan bahwa hoax menjadi alat efektif untuk membangun persepsi negatif terhadap obyek yang menjadi targetnya. Sekitar dua tahun lalu, menjelang pilpres di Amerika Serikat juga ditemukan kasus serupa. Donald Trump berhasil memenangkan pemilu AS pada 2016 lalu karena isu hoax yang membantunya,.

Baca juga: Hoax, Cara Kerja dan Pengaruhnya

Bagaimana hoax mampu membajak akal sehat? Begini cara kerjanya, sebelum memproduksi hoax, pembuatnya akan meneliti tentang obyeknya telebih dahulu. Contoh saja, isu PKI digunakan sebagai ‘senjata’ ampuh untuk membangun persepsi negatif terhadap seorang pejabat yang tersangkut partai terlarang itu.

Terbukti atau tidak, setidaknya isu PKI membuat masyarakat bertanya-tanya benar atau tidaknya isu tersebut. . Di saat yang sama, pemilik kepentingan akan juga akan menawarkan ‘alternatif’ lain yang dicitrakan bersih dari isu itu.

Langkah pertama adalah membangun persepsi atau anggapan. Hoax diproduksi untuk mempengaruhi pikiran masyarakat yang ‘trauma’ dengan gerakan partai komunis itu, dan mengaitkannya dengan keterlibatan pejabat yang bersangkutan.

Langkah kedua yaitu membangkitkan emosi masyarakat dan menghadirkan ‘ancaman imitasi’ agar masyarakat waspada terhadap obyek yang ditarget. Ancaman imitasi itu akan digambarkan sedemikian rupa hingga masyarakat merasa bahwa ‘imitasi’ itu benar-benar nyata.

Langkah ketiga yaitu menciptakan momentum untuk membajak akal sehat masyarakat dan membuatnya bereaksi sebagaimana yang diharapkan pemilik kepentingan.

Baca juga: Hoax, Korelasi Persepsi dan Respon

Menggunakan isu PKI, diambillah sebuah negara dengan penduduk terbesar di dunia yang menganut ideologi komunis di negaranya. Setiap langkah atau kebijakan pejabat yang bersentuhan dengan negara tersebut, akan dikemas sebagai sebuah bukti keterlibatannya.

Di Indonesia pada tahap penyebaran hoax,rata-rata mereka menggunakan istilah-istilah yang memancing emosi, cenderung ’kurang ajar’ dan anti malu. Istilah kerennya ‘muka badak’. Memang itu salah satu triknya, mereka sedang mempermainkan emosi massa. Membuat masyarakat jengkel, cemas, bertanya-tanya dsb.

Pada akhirnya mereka akan menciptakan sebuah kejutan mendadak, dengan menghadirkan ‘ancaman imitasi’ yang telah mereka bangun sebelumnya secara tiba-tiba. Diantara reaksi seorang manusia dalam merespon ‘ancaman’ mendadak adalah mengabaikan pertimbangan akal sehat dan melakukan aksi untuk mengatasi ancaman yang datang.

Pakar psikologi menyebut hal ini sebagai ‘amygdala hijacking’ atau pembajakan amigdala. Dalam menghadapi sebuah ancaman mendadak, indera manusia akan mengirimkan sinyal tanda bahaya keotak melalui 2 jalur, yaitu saluran limbik (sistem emosi) dan neocortex (mekanisme berpikir).

Menariknya proses limbik berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan proses neocortex. Dalam kondisi ini,otak manusia akan menentukan sebuah tindakan yang didorong oleh emosinya, amigdala akan membajak mekanisme berpikir rasional dan menyiapkan respons super cepat untuk menanggapi ancaman tersebut.

Tak heran jika selama ini kita temui tulisan-tulisan beberapa tokoh di medsos yang nadanya nyinyir abis, cenderung kurang ajar dan bermuka badak. Benar atau salah informasi yang mereka lontarkan tidak menjadi masalah karena tujuannya bukan untuk itu. Tujuan sebenarnya adalah membangun ‘ancaman imitasi’ melalui keterlibatan emosi secara massal.

Semoga bermanfaat dan lebih bijak dalam ber-medsos….