Boyolali Membungkam Prabowo

5News.co.id

Pertama, tulisan ini dilandasi atas kenyataan saya adalah wong Boyolali. Kalau Bekasi pernah dibully bagai planet mars dan sebagainya, Bekasi masih beruntung sebab yang dibully itu kotanya, bukan orang-orangnya. Lain halnya dengan hinaan Prabowo terhadap wong Boyolali.

Sebagai calon presiden yang didukung oleh “bani surga” yang suka teriak-teriak takbir bela Islam bela ulama bela tauhid yang berjilid-jilid itu, semestinya Prabowo dan kaumnya mengerti dan memahami bahwa menghina atau merendahkan orang itu dilarang agama. MESKIPUN ITU CANDAAN BELAKA. Tak boleh itu. Bani surga mestinya tahu itu, wong selama ini suka teriak-teriak bela agama kok!

Jadi kalau rakyat Boyolali bereaksi atas pidato Prabowo yang menyinggung martabat orang Boyolali, maka itu memang selayaknya dilakukan. Tanpa setting-an. Tanpa pura-pura. Tanpa bayaran. Tanpa dikendalikan. Seperti aksi-aksi demo bani surga yang berjilid-jilid menyesaki jalanan Jakarta.

Kedua, warga Boyolali—sebagaimana umumnya orang-orang Solo—sesungguhnya adalah warga yang sangat toleran, cinta kerukunan, dan kedamaian. Saking tolerannya, bahkan kelompok-kelompok intoleran pun ditoleransi keberadaannya. Anda silahkan datang ke wilayah Simo, misalnya. Di sana ada sekelompok Wahabi yang dibalut dalam suatu majlis bernama MRT. WAG MRT ini hampir tiap hari selalu menyebarkan kebencian. NU menjadi sasaran utama sebaran kebenciannya, selain juga kebenciannya terhadap Jokowi.

Atau, anda masih ingat bom Kuningan? Salah seorang terduga menjadi pelaku bom Kuningan bernama Jabir alias Nanang alias Gempur Budi Angkoro diketahui sebagai seorang ustad atau pengajar di Pondok Pesantren Darussyahadah di Desan Gunung Madu, Simo, Boyolali

Warga Boyolali sangat toleran sehingga kelompok radikal-intoleran pun ditoleransi. Kelompok intoleran inilah yang makin lama makin menjadi-jadi keberadaannya, memanfaatkan sikap tolerannya warga, demi mengumbar dan menyebarkan ajaran-ajaran radikalnya.

Sesungguhnya apa pun dan siapa pun kelompoknya, tak masalah jika menyebarkan paham keagamannya sepanjang tak ada aturan atau undang-uandang yang melarangnya. Begitupun kalangan intoleran-radikal ini, yang baju keagamaannya bisa dikenali sebagai kaum wahabi, bebaslah mereka menyebarkan paham keagamaannya itu.

Masalahnya adalah mereka selalu dan senantiasa mengolok-olok keberagamaan sesama muslim yang berbeda dengan mereka. Keberagamaan NU, misalnya, selalu saja menjadi sasaran caci-maki dan hujatan di balik penghakiman mereka dengan menyebutnya sebagai bid’ah, khurafat, takhayul, dan seterusnya.

Tahlil dianggap bid’ah. Yasinan dianggap bid’ah. Begitupun ziarah kubur, tawasulan, istighosahan, dan sebagainya. Semua ini diserang habis-habisan oleh mereka. Dianggap bid’ah, penuh khurafat, takhayul, syirik dan seterusnya, yang ujung-ujungnya dianggap sebagai ajaran sesat.

Inilah masalah kaum wahabi, kaum radikal-intoleran, di Boyolali atau di mana pun mereka berada. Mereka menyebarkan kebencian dan mengundang kemarahan terhadap sesama pemeluk agama. Hal yang seperti inilah yang tak bisa didiamkan. Sebab diam berarti membiarkan para penghujat itu terus memproduksi kebencian di tengah-tengah harmoni kehidupan warga.

Ketiga, meskipun aksi warga Boyolali ini jauh dari Jakarta, dan tak seperti aksi-aksi bani syurga di Jakarta, tetapi justru memperlihatkan mana aksi yang benar-benar didorong oleh nurani dan kebenaran, dan mana aksi-aksi yang didorong oleh nafsu dan kebencian.

Prabowo, selama ini, selalu saja didukung oleh para peserta aksi-aksi yang mengatasnamakan kaum muslim, sehingga bisa dikatakan bahwa antara Prabowo dan pelaku aksi itu saling melengkapi dan memanfaatkan. Prabowo membutuhkan dukungan mereka demi meraup suara. Sedang mereka membutuhkan Prabowo, demi mengamankan cita-cita mereka sendiri yang hendak merubah tatanan konstitusi dengan ideologi khilafah mengganti NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1954.

Makin jelaslah sesungguhnya bahwa bagi rakyat negeri ini yang NKRI sebagai harga mati, harus mendukung dan berada di belakang siapa, berhadap-hadapan dengan rakyat yang terpapar paham radikal-intoleran, terpapar pula paham trans-nasional yang hendak mencabik-cabik NKRI dengan ideologi khilafahnya. Prabowo nyata-nyata didukung oleh kaum radikal-intoleran ini.

Dan saya tak menyarankan anda untuk melakukan dukungan terhadapnya, jika anda merasa bahwa NKRI adalah harga mati; Pancasila dan UUD 1945 tak boleh diganti, dan republik ini tetap menjadi republik, tanpa keinginan untuk mengubahnya negeri khilafah.(mm)