
Barangkali hal ini juga merupakan faktor yang telah menguasai sebagian kita sehingga hampir setiap ada salat berjamaah kita tidak termasuk di dalamnya. Kita memang tetap melaksanakan salat karena memang sudah ada kesadaran akan wajibnya salat bagi setiap muslim. Hanya saja salat yang kita laksanakan seringnya adalah salat sendirian. Sebagian besar dari kita sudah terbiasa dengan salat sendirian, hingga wajarlah jika kemudian masjid-masjid di sekitar kita sepi dari jamaah.
Ini adalah soal kebiasaan. Dan hal yang menyedihkan adalah kebiasaan yang ada pada sebagian kita itu adalah kebiasaan tidak mengikuti salat berjamaah. Diakui atau tidak, ini adalah kebiasaan yang tidak baik meski kebiasaan melaksanakan salat itu sendiri adalah kebiasaan yang mulia. Namun disebabkan salat berjamaah itu merupakan perintah yang sangat ditekankan dalam ajaran Islam, maka kebiasaan meninggalkan salat jamaah tidaklah seharusnya ada pada seorang muslim.
Akan semakin buruk lagi tatkala kebiasaan yang tidak baik yang sudah melekat pada diri seseorang ini kemudian telah pula mempengaruhi orang-orang di sekitarnya, sehingga orang-orang di sekitarnya menjadi seperti dirinya yang telah terbiasa meninggalkan salat jamaah.
Dikatakan hal itu semakin buruk karena kita akan ikut memetik pula dosa-dosa orang yang telah terpengaruh oleh kebiasaan tidak baik kita tersebut, sebagaimana sebuah hadis yang mengatakan:
“Barangsiapa dalam Islam melakukan kebiasan baik, maka tercatat baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka yang mengikutinya. Barangsiapa dalam Islam melakukan kebiasaan buruk, maka tercatat baginya dosa dan dosa orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka.”[1]
Tentu saja akan lebih menyenangkan dan membahagiakan kita tatkala apa yang diikuti oleh orang-orang dari diri kita adalah kebiasaan baik kita. Seperti kita melakukan sebuah investasi dan kemudian selalu mendapatkan keuntungan dari investasi yang kita lakukan itu, maka begitulah yang terjadi jika kebiasaan baik yang kita lakukan diikuti oleh orang lain.
Kemudian jika kebiasaan meninggalkan salat jamaah adalah sesuatu yang buruk dan selalu menjaga diri dengan kebiasaan melaksanakan salat jamaah adalah sesuatu yang baik, maka bagaimanakah caranya mengubah dari salah satu kebiasaan ke kebiasaan yang lainnya itu?
Yang pertama adalah kebiasaan buruk sedangkan yang kedua adalah kebiasaan baik. Jika mengubah kebiasaan kedua ke kebiasaan pertama tentu sangatlah mudah. Tidak ada persoalan dalam hal ini. Karena segala sesuatu yang lebih mementingkan nafsu akan lebih mudah utuk dilakukan seseorang, dan sebaliknya sesuatu yang lebih mengesampingkan nafsu akan lebih berat untuk dilakukan seseorang.
Itulah kemudian mengapa mengubah kebiasaan pertama ke kebiasaan yang kedua akan terasa berat juga. Siapapun orangnya akan merasa berat untuk mengubah sebuah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik.
Lalu, seperti apakah sebenarnya cara mengubah kebiasaan buruk menjadi sebuah kebiasaan baik?
Sebagaimana mengubah kebiasaan buruk pada hal-hal lainnya yang memerlukan energy extra, maka demikian pula dalam mengubah kebiasaan salat sendirian dengan kebiasaan salat berjamaah. Benarlah jika dikatakan hal tersebut akan sangat berat di dalam memulainya. Dan hanya dengan niatan yang kuat dan tetap konsisten saja maka kebiasaan itu akan berbalik menjadi kebiasaan yang baik.
Seperti seorang yang ingin menurunkan berat badannya. Atau seseorang yang akan berdiet karena merasa terlalu kegemukan. Maka tidak ada cara lain yang mesti dia lakukan selain menciptakan kebiasaan bagi dirinya sebuah kebiasaan yang membatasi makan, baik menu maupun waktu-waktunya. Karena apa yang dia hasilkan pada kondisi badannya adalah sebagai akibat dari kebiasaannya yang tidak terkontrol dalam makan, sehingga untuk memperbaiki kondisi badannya itu adalah hanya dengan cara mengontrol kebiasaan makannya itu sendiri.
Soal berhasil atau tidaknya adalah tergantung kepada niatannya, apakah cukup kuat niatannya itu atau tidak. Kemudian juga bergantung kepada konsistensi dia terhadap apa-apa yang mesti dia lakukan demi tercapainya tujuan.
Memang hal utama yang mesti dilakukan oleh seseorang ketika akan mengubah kebiasaan buruknya menjadi kebiasaan baik adalah dengan terlebih dahulu meniatkannya. Tentu saja dengan niatan yang ikhlas dan kuat. Kemudian secara konsisten terus memulai kebiasaan baiknya itu. Dalam hal mengubah kebiasaan shalat sendiri menjadi kebiasaan shalat berjamaah adalah setelah menancapkan niat dalam hati kemudian memulainya dengan segera menuju masjid tatkala terdengar adzan.
Meski pada awalnya akan terasa berat, namun niat yang kuat akan menjadi energy tersendiri bagi kita untuk memulai sebuah kebiasaan baru yang jauh lebih baik. Jika berulangkali kita lakukan dengan segera menuju masjid tatkala mendengar adzan, tentu lambat-laun rasa beratnya akan berkurang. Hingga suatu saat kemudian kita akan merasakan betapa kebiasaan baru itu menjadi sangat ringan untuk dilakukan karena hal itu telah berubah menjadi kebutuhan bagi kita sendiri.
Satu hal yang akan banyak membantu kita untuk memulai kebiasaan shalat berjamaah ini adalah dengan cara bergaul dengan orang-orang yang selalu melaksanakan shalat berjamaah. Jika ini kita lakukan, kita akan merasakan beratnya melakukan kebiasaan baru itu akan banyak berkurang. Cobalah Anda buktikan hal ini.
Hal yang lebih penting lagi adalah jika kebiasaan baik dengan tetap melaksanakan shalat jamaah itu telah melekat pada diri kita. Pada kondisi ini janganlah sekali-kali kita menciderainya dengan hal buruk yang kemudian bisa menjerumuskan kembali diri kita kepada kebiasaan buruk, misalkan dengan meninggalkan shalat jamaah tanpa alasan yang penting. Kita harus ingat betapa beratnya tatkala kita memulai kebiasaan baik itu, sehingga hal-hal tidak penting sudah seharusnya tidak akan menjadi penghalang bagi kita untuk terus dengan kebiasaan baik itu. Jangan sampai kita termasuk yang disindir Allah SWT sebagaimana dalam firman-Nya di surat Al Hadid ayat 27:
“Lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.”
Jadi, intinya kita harus berusaha menjaga kebiasaan baik itu setelah kita berusaha keras di dalam memulainya. Ini sangat penting untuk kita lakukan, karena dikaitkan dengan apa yang telah dikatakan oleh Ibnul Qayyim bahwa pembiasaan merupakan proses sebelum terbentuknya karakter, maka penjagaan atas kebiasaan baik pada diri kita adalah sebuah proses pembentukan karakter baik pula pada diri kita. Ketika sudah menjadi karakter baik inilah kemudian bisa dikatakan kebaikan itu sudah menjadi diri kita dan bukan saja hanya perilaku sesaat.
Seperti ketika Allah SWT telah memberikan karakter berinfaq kepada orang yang bertakwa, dimana orang yang memiliki ketakwaan ketika berinfak tidak hanya di saat leluasa atau di saat senang tetapi dia juga akan tetap berinfak meskipun di saat sempit dan tidak menyenangkan. Hal ini termaktub dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 133-134:
“dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, 134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Jadi, kesimpulan agar kita selalu terjaga dengan kebiasaan untuk terus melakukan shalat berjamaah adalah dengan melakukan beberapa hal berikut, yang kesemuanya nanti tentu saja dengan tetap menjaga niat awalnya, yakni tetap berniat untuk terus melakukan salat berjamaah.
Beberapa hal tersebut adalah:
1. Selalu melakukan kontrol diri
Mawas diri. Memantau keadaan diri. Karena kebiasaan memantau keadaan hati dapat mengantisipasi kesalahan sedini mungkin. Dengan ini tanda-tanda munculnya sesuatu yang mengarah kepada tindakan untuk tidak melakukan shalat berjamaah dapat diketahui dengan cepat, sehingga dengan demikian kita dapat sesegera mungkin mengantisipasinya.
Hal ini sejalan dengan perintah Allah SWT dimana diserukan kepada kita semua agar selalu melakukan instropeksi. Disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Hasyr ayat 18:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
2. Selalu mengingat keuntungan dari pembiasaan salat berjamaah dan kerugian bila menghentikannya.
Ini adalah cara untuk memotivasi diri. Tentu kita sudah sama mengetahui jika motivasi merupakan kekuatan yang akan mengajak dan membawa diri seseorang untuk melakukan perbuatan yang diinginkan, yang berbarengan dengan itu disertai pula kesiapan untuk menerima segala konsekuensinya. Motivasi inilah yang akan menjaga seseorang untuk selalu menjaga pembiasaan perbuatan baik.
Jadi, kita akan selalu termotivasi untuk menjaga kebiasaa shalat berjamaah tatkala selalu teringat dalam benak kita akan segala keuntungan dari shalat berjamaah dan kerugiannya jika kita meninggalkan shalat berjamaah.
Kita tentu sudah mengetahuinya jika cara yang demikian ini adalah sebagaimana cara Allah SWT di dalam memotivasi umat manusia agar selalu dalam kebaikan. Lihatlah di dalam Al Qur’an, betapa banyak Allah SWT mengulang-ngulang pahala syurga bagi orang yang melakukan kebaikan, dan azab neraka bagi orang yang melakukan dosa. Bukankah ini sebuah cara memotivasi?
Cobalah kita perhatikan pada salah satu ayat yang dimaksud di atas, yakni pada surat Muhammad ayat 12:
“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka Makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.”
3. Selalu berteman dengan orang-orang yang menjaga salat berjamaah
Seperti yang sudah saya sampaikan di atas, sebisa mungkin hal ini memang harus dilakukan. Sebab bagaimanapun seorang teman akan dapat mempengaruhi seseorang. Hal ini telah secara jelas dipaparkan juga dalam Al Qur’an yakni pada surat Al Furqan ayat 27 – 29.
Allah SWT berfirman:
“dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul”. 28. kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan sifulan itu teman akrab(ku). 29. Sesungguhnya Dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.”
Kaitannya dengan ini Rasulullah SAW juga bersabda:
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” [2]
4. Biasakan langsung melakukan salat ketika mendengar adzan
Bukan hanya hal ini akan membuat kita menjadi selalu salat di awal waktu, melainkan kita akan menjadi terbiasa juga untuk melakukan salat berjamaah. Tentu saja jika kita langsung menuju ke masjid jika mendengar adzan, bukan langsung salat di rumahnya sendiri atau di lain tempat selain di masjid sementara sedang dalam keadaan sendiri.
Ingatlah, pada dasarnya fungsi adzan sendiri merupakan panggilan untuk umat Islam agar mendatangi masjid untuk melakukan salat berjamaah, meskipun memang di kemudiannya adzan itu bukan hanya untuk panggilan salat.
Kaitannya dengan adzan ini Rasulullah SAW telah bersabda:
“Barangsiapa mendengar seruan adzan tapi tidak memenuhinya, maka tidak ada sholat baginya kecuali karena udzur.”[3]
Ibnu Abbas ra. Pernah ditanya,”Apa yang dimaksud dengan udzur (halangan) tersebut?” Beliau memjawab , “Rasa takut (tidak aman) dan sakit.” Dikisahkan, bahwa seorang buta datang kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku pergi ke masjid. Apakah aku punya rukhshah untuk shalat di rumahku?”
Kemudian beliau bertanya, “Apakah kamu mendengar seruan untuk shalat?” Ia menjawab,”Ya” beliau berkata lagi, “Kalau begitu, datangilah.”[4] (Riwayat Muslim)
Itu keadaan orang buta yang tidak ada penuntun jalannya, namun demikian Nabi tetap memerintahkannya untuk salat di masjid. Maka orang yang sehat dan dapat melihat tentu lebih wajib lagi. Maka bagi yang wajib setiap muslim adalah bersegera melaksanakan shalat pada waktunya dengan berjama’ah.
Itulah keempat hal yang bisa kita lakukan sehingga akan terjagalah kita dengan kebiasaan untuk tetap melakukan salat berjamaah. Jika benar-benar kita lakukan dengan tekun maka kebiasaan lama kita, yakni selalu melakukan salat secara sendirian, akan benar-benar kita tinggalkan. Pada titik ini sangat mungkin jika kita akan sampai pada rasa penyesalan yang dalam kala di suatu waktu dengan tanpa sengaja kita tertinggal untuk melakukan shalat berjamaah.(Dhiya El Malik)
[1] HR. Muslim, No. 1017, At Tirmidzi No. 2675, An Nasa’i No. 2554, Ibnu Majah No. 203
[2] HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628.
[3] Riwayat Ibnu Majah (793). Ad-Daru Quthni 91/421, 4220, ibnu Hibban (2064, Al-Hakim(1/28)
[4] HR Muslim.