
Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Presiden China Xi Jinping diprotes warganya. Dalam protes tersebut menyuarakan kritikan terkait kebijakan nol Covid-19 yang tak segan mengunci satu kota. Sehingga warganya menganggap pemerintahan Xi disebut otoriter dan diharap segera lengser.
Dilansir dari CNBC Indonesia, protes terhadap pemerintahan XI mulai menyebar ke generasi muda China di seluruh dunia. Protes terhadap Xi bermunculan di beberapa kota, seperti London (Inggris), New York (AS), Amsterdam (Belanda), Paris (Prancis) dan Seoul (Korea Selatan).
Banyak bermunculan poster dengan bertuliskan ‘Kami ingin kebebasan, bukan penguncian’, ‘Kami ingin martabat, tidak ada lagi kebohongan’, dan ‘Kami ingin menjadi warga negara, bukan budak’ yang dipasang oleh mahasiswa China perantauan.
“Mereka menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap kepemimpinan politik di negara asalnya,” menurut laporan Straits Times, dikutip Kamis (20/10/2022).
Ann Zhang (25), seorang mahasiswa pascasarjana di London, mengatakan bahwa hak setiap orang harus dibebaskan.
“Saya dapat memahami bahwa beberapa masalah hanya di luar kemampuan pemerintah untuk menangani, tetapi tidak adil untuk menutup mulut orang,” kata Zhang.
“Saya ingin mereka (pemerintah China) dilihat oleh banyak orang,” lanjutnya.
Diketahui, protes ini terjadi di tengah agenda besar Partai Komunis China sejak 16 Oktober lalu. Rapat besar lima tahunan diyakini akan kembali memilih Xi Jinping sebagai presiden China untuk periode ketiga.
Beberapa hari jelang Kongres Partai Komunis China ke-20 muncul demonstrasi di Beijing. Dalam aksi itu terdapat beberapa spanduk yang memprotes kebijakan Xi bahkan meminta dia lengser.
“Ayo berdemo, singkirkan diktator dan pengkhianat nasional Xi Jinping!” tulis dalam spanduk.
Pengamat menilai hal itu bisa memicu perebutan kekuasaan di internal Partai Komunis China (PKC). Profesor kajian China Universitas Tamkang di Taiwan, Wu Ueh Chang, meyakini Xi akan mengamankan periode ketiga.
“Alasan mengapa Xi akan secara pasti menjalani jabatan di periode ketiga karena dia menghapus batas masa jabatan presiden pada 2018 lalu,” jelas Wu, seperti dikutip Deutsche Welle.
Beberapa pihak menilai upaya Xi memperpanjang masa jabatan atau tetap berkuasa tanpa batas waktu berdampak terhadap destabilisasi partai. (hus)