
Jakarta, 5NEWS.CO.ID, – Anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Progress Universitas Indraprasta (Unindra) PGRI Jakarta, Rizky Muazam dianiaya yang diduga dilakukan oleh kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Teknik Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FTMIPA) Unindra PGRI.
Hal itu karena Rizky menulis sebuah opini berjudul “Sesat Berpikir Kanda HMI Dalam Menyikapi Omnibus Law”. Opini itu dimuat pada (21/03/20) di situs web LPM Progres. Isinya merupakan kritik sikap HMI Komisariat FTMIPA Unindra PGRI yang mendukung Omnibus Law.
Dugaan pemukulan tersebut berawal ketika Rizky bersama rekannya anggota LPM Progress coba mengklarifikasi terkait opininya itu ke pihak HMI Komisariat Unindra yang diwakili Kevin, Abdul, Ramandi alias Remon, dan Ridwan Gusung di warung Jempol sekitar pukul 19.05 WIB, Minggu (22/03/20).
“Kami diskusi dengan perwakilan dari HMI Komisariat Unindra. Lalu kondisinya memanas, mereka dan beberapa kawan lainnya tidak terima atas tulisan yang diterbitkan,” kata Risky kepada salah satu media nasional, Senin (23/03/2020).
Selang beberapa menit kemudian, ketika dia menjelaskan lebih detail tentang isi tulisannya, sejumlah orang yang tidak diketahui asalnya mulai berdatang. Salah satu anggota HMI Komisariat Unindra tiba-tiba mengancam dengan sebilah parang. Beberapa orang pun langsung mengerumuninya.
Ketika diskusi lebih memanas sekitar pukul 19.20 WIB, Rizky pun langsung dipukul dari belakang dan mengenai bagian telinganya. Dia kembali dipukul pada wajah. Akibatnya bibirnya sobek dan berdarah.
//www.instagram.com/embed.js
“Kawan-kawan saya berusaha melindungi saya dari pukulan dari orang yang tidak dikenal. Beberapa kawan saya pun diserang secara membabi buta,” tuturnya.
Tak sempat mengambil barang-barang, Rizky dan rekannya langsung pergi untuk menyelamatkan diri. Namun mereka masih terus dikejar oleh anggota HMI Komisariat Unindra itu. Padahal saat itu, warga berusaha melerai, tetapi sebagian dari anggota HMI Komisariat Unindra tetap mengejar.
“Salah satu anggota HMI mengejar dengan motor dan menyetop saya. Lalu mengancam untuk membunuh saya,” jelas dia.
Usai kejadian itu, Rizky mengatakan telah melaporkan perbuatan sejumlah anggota HMI Komisariat Unindra itu ke Polres Jakarta Timur, Minggu malam. Kemudian ia juga melakukan visum di Rumah Sakit Polri Jakarta Timur.
Salah satu anggota HMI Komisariat FTMIPA Unindra, Remon (Ramadin Putra Ananda) mengatakan akan memberi klarifikasi terkait dugaan pemukulan ketika telah mengumpulkan anggotanya. Dia tak mau memberi klarifikasi seputar kejadian tersebut melalui telepon.
“Saya tidak bisa lewat seperti ini (telepon) bung, ente kalau emang wartawan, kita duduk bareng dulu. Ente itu kalau emang mau minta klarifikasi terkait dengan apa yang terjadi semalam, ente kalau mau, ketemu saya. Saya tidak mau konfirmasi lewat seperti ini,” kata dia kepada seorang wartawan media nasional, Senin (23/03/20).
Padahal mewawancarai narasumber melalui telepon merupakan salah satu cara untuk mencari informasi tanpa harus bertemu langsung. Termasuk meminta klarifikasi.
“Gitu ya, wartawan sekarang sudah canggih ya, jadi wartawan bukan biasanya turun lapangan, tapi ini komunikasi lewat telepon,” ucapnya.
Ketika diminta untuk memberikan klarifikasi, ia pun bersikeras tetap tidak berkenan. Malahan dia menilai wawancara melalui telepon merupakan cara yang tidak etis.
“Kurang etis saja, jadi siapa yang butuh, kalau memang ente butuh saya, ayo duduk, saya akan buat klarifikasi. Saya tidak bisa buat klarifikasi, saya tidak bisa buat seperti ini (wawancara lewat telepon) tidak menunjukan etis,” tuturnya.
“Saya banyak kenal wartawan, tapi attitude-nya tidak seperti ini. Saya tunggu, sekarang kalau bisa, kalau ente minta klarifikasi terhadap saya, saya tunggu ente sekarang,” jelas dia.
Bahkan setelah beberapa kali dijelaskan bahwa mewawancarai narasumber melalui telepon diperbolehkan untuk mendapatkan informasi, Namun ia tetap tidak mau memberikan klarifikasi. “Baik pak wartawan mungkin itu saja,” imbuhnya. (mra)