Survei Komnas HAM: 99% Masyarakat Ingin Kasus Pelanggaran HAM Diselesaikan di Pengadilan

Spanduk yang berisikan tuntutan untuk segera mengadili pelanggar HAM di aksi kamisan beberapa waktu lalu.

Jakarta, 5NEWS.CO.ID, – Survei Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) menyatakan 99,3 persen masyarakat ingin kasus pelanggaran HAM diselesaikan melalui jalur meja hijau. Survei ini mereka lakukan sepanjang bulan September-November lalu.

Komisioner Komnas HAM Chairul Anam mengatakan sebanyak 62,1 persen masyarakat menghendaki penyelesaian melalui jalur pengadilan nasional, sementara 37,2 persen lainnya ingin dilakukan penuntasan melalui pengadilan internasional. Sementara sisanya memilih melalui mekanisme lain, salah satunya melalui jalur Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).

“Komnas HAM berharap diselesaikan disini, tapi kalau enggak kelar-kelar dan internasional mau ambil ini, kami enggak bisa cegah. Kami menghormati, karena itu doanya para korban,” kata Chairul Anam saat memaparkan hasil survei tersebut di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (04/12/2019).

Anam juga mengingatkan bahwa mekanisme pengadilan HAM internasional lebih rumit dan cenderung lebih mahal biayanya. Di Den Haag, Belanda misalnya, akan lebih rumit jika perlu gelar perkara. Oleh karena itu Anam mendorong mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu dilakukan di pengadilan internasional.

“Kesaksiannya lebih mudah, pembuktiannya lebih mudah. Kalau suatu saat ada pengadilan HAM dan hakim merasa buktinya kurang, ini ada kuburan massal, ya dia bisa gelar perkara perintahkan untuk dibongkar. Itu kalau di Jakarta sana, kalau di Den Haag ya susah, repot. Secara teknis susah,” tuturnya.

Anam juga megungkapkan bahwa pengadaan biaya untuk persidangan internasional juga lebih besar dibanding dana untuk hak pemulihan korban. Hal tersebut terjadi saat penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Yugoslavia dan Rwanda. Komnas HAM juga berharap agar pemerintah segera menyelesaikan persoalan ini karena telah berlangsung selama puluhan tahun dan belum ada upaya konkret untuk mengurus dan menyelesaikan kasus-kasus yang berkitan dengan pelanggaran HAM di masa lalu. (mra)