Soal Kehalalan Vaksin AstraZeneca, MUI Jatim dan MUI Pusat Berbeda Pendapat

Ketua MUI Jatim, Kiai Hassan Mutawakkil setelah melakukan vaksinasi. (Foto: Timesindonesia)

Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Ketua MUI Jawa Timur (Jatim), Hassan Mutawakkil telah menyatakan bahwa vaksin AstraZeneca halal hukumnya untuk digunakan oleh umat islam. Hal ini ia tegaskan setelah mempertimbangkan berbagai data dan penjelasan pakar.

Ia menyatakan kehalalan vaksin yang sempat menjadi kontroversi ini dihadapan Presiden Jokowi saat meninjau proses vaksinasi massal di Pendopo Delta Wibawa, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur pada Senin, 22 Maret 2021.

Ketua MUI Jawa Timur itu mengatakan penghalalan tersebut berdasarkan pada pendapat para ulama, dan vaksin AstraZeneca akan terbit hari ini.

“Tadi pagi, Bapak Presiden telah bertemu dengan kiai-kiai sepuh dan Bapak Presiden langsung mendengarkan apa pendapat dan respon dari para romo, kiai dan para pengasuh ponpes,” ujar Mutawakkil, seperti disiarkan di kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (22/3/2021).

Ia mengapresiasi niatan Presiden Joko Widodo untuk memulai vaksinasi AstraZeneca di pondok pesantren Jawa Timur. Ia berharap langkah ini bisa diikuti oleh seluruh elemen masyarakat lainnya.

Namun demikian, pernyataan Ketua MUI Jawa Timur ini berbeda dengan fatwa MUI Pusat yang sebelumnya telah menyatakan bahwa vaksin AstraZeneca haram karena memanfaatkan tripsin babi dalam proses pembuatannya. Namun, tetap boleh digunakan dalam kondisi darurat.

Sementara, Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Maruf Khozin menjelaskan, kalangan fikih Islam bisa menemukan satu titik dari berbagai pendapat ulama dan pakar soal masalah tersebut.

”Bagi kami di kalangan fikih Islam, hal itu bisa ditemukan dalam satu titik sudut pandang, ketika ada benda haram kemudian mengalami status yang lain, sudah menjadi suci dan dihalalkan,” jelas KH Maruf Khozin seperti dilansir jawapos.com, Senin (22/03).

Akan tetapi, ia masih mengakui di kalangan MUI Pusat masih memegang pedoman bahwa barang yang bersentuhan dengan benda najis, masih dikategorikan sebagai hal najis. Pendapat ini juga tertera dalam oendapat ulama kalangan mazhab Syafiiah.

”Sementara kawan-kawan mazhab Hanafi, andaikan meskipun terjadi persentuhan, tapi karena beralih fungsi sudah berganti. Contohnya anggur menjadi khamer miras, kemudian menjadi cuka. Ini awalnya suci, jadi najis, jadi suci lagi,” tutur KH Maruf Khozin.

Sehingga, MUI Jatim membuat analogi bahwa awalnya virus itu adalah barang suci, kemudian ada tripsin, lalu tercampur dengan benda najis, setelah itu diangkat menjadi vaksin. ”Maka sudah menjadi halal lagi, menjadi suci lagi. Kita tidak perlu ragu akan hal itu,” papar KH Maruf Khozin. (mra)