
Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Perwira intelijen Rusia menawarkan untuk membayar gerilyawan Taliban yang bersedia membunuh pasukan Amerika di Afghanistan selama setahun terakhir, di tengah perundingan damai untuk mengakhiri perang 18 tahun di sana. Seorang pejabat militer mengkonfirmasi hal tersebut pada hari Minggu (28/06/20).
Badan-badan intelijen AS menghubungkan upaya itu dengan unit intelijen Rusia yang dicurigai melakukan tindakan rahasia dan upaya pembunuhan di Eropa, menurut The New York Times yang pertama kali melaporkan, temuan intelijen tersebut dikatakan telah disampaikan kepada Presiden Donald Trump pada bulan Maret.
Tahun lalu, 23 tentara AS tewas di Afghanistan, tetapi apakah ada yang ditargetkan oleh pejuang Taliban yang dibayar oleh operasi Rusia tidak diketahui, kata pejabat militer itu.
Pejabat tersebut juga tidak tahu apakah Trump memberi pengarahan, tetapi ia mengatakan pejabat senior AS lainnya mengetahui operasi Rusia “beberapa bulan yang lalu.”
“Tidak ada cara untuk benar-benar mengkonfirmasi apakah itu benar-benar berhasil,” kata pejabat militer itu dilansir dari ABC News.
Seorang juru bicara Gedung Putih menolak untuk mengomentari kebenaran laporan intelijen tetapi membantah bahwa Trump diberitahu pada bulan Maret.
“Walaupun Gedung Putih tidak secara rutin mengomentari dugaan intelijen atau pertimbangan internal, Direktur CIA, Penasihat Keamanan Nasional, dan Kepala Staf, semua dapat mengkonfirmasi bahwa baik Presiden maupun Wakil Presiden tidak diberi pengarahan tentang dugaan intelijen perkara Rusia. Ini tidak berbicara tentang pantasnya dugaan intelijen tetapi untuk ketidakakuratan kisah New York Times yang keliru menyatakan bahwa Presiden Trump diberitahu tentang hal ini,” ujar Sekretaris Pers Gedung Putih, Kayleigh McEnany mengatakan dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu.
Laporan New York Times juga mengatakan bahwa tidak ada keputusan yang telah dibuat pihak Gedung Putih untuk segala bentuk tanggapan dari informasi yang menyangkut nasib ribuan tentara mereka yang berada dalam bahaya tersebut.
Selain pembicaraan damai yang menghasilkan kesepakatan mencapai 29 Februari antara AS dan Taliban yang menetapkan syarat untuk penarikan perang yang dimulai setelah al Qaeda melakukan serangan 11 September 2001, hubungan Amerika dengan Rusia mulai terjalin.
“Kami memiliki persahabatan yang hebat ini. Dan, omong-omong, bergaul dengan Rusia adalah hal yang hebat, bergaul dengan [Presiden Vladimir] Putin dan Rusia adalah hal yang hebat,” kata Trump pada 8 Mei lalu.
Sejak perang di Afghanistan dimulai pada tahun 2001, setidaknya 2.310 tentara AS telah tewas. Ini bukan pertama kalinya pasukan Amerika bertemu militer Rusia. Pasukan Khusus A.S. bahkan bertemu tentara Rusia di Afghanistan dalam insiden yang tidak banyak diketahui.
Pasukan komando Amerika juga sering menemui pasukan Rusia di ruang pertempuran Suriah yang rumit, dan pesawat militer Rusia yang melintasi wilayah udara A.S. sering terjadi tahun ini.
Pada tahun 2018, tentara bayaran Rusia dari Grup Wagner meluncurkan serangan penuh tank dan artileri terhadap pos operasi khusus AS di Dar al Zour, Suriah, dan serangan udara AS mengakibatkan ratusan korban di antara pasukan yang menyerang.
pada saat itu, Wagner yang berada di belakang serangan itu dan didanai oleh sekutu dekat Putin, Yevgeny Progozhin yang dikenal sebagai “Chef Putin” yang juga mengelola “pertanian troll” yang juga dituduh oleh AS campur tangan di Pemilihan Presiden AS 2016.
“Kami tidak ingin perang dengan Rusia dan kami tidak ingin mulai membunuh tentara satu sama lain, tetapi ada beberapa tindakan yang tidak dapat kami terima,” kata Wakil Asisten Menteri Pertahanan untuk Timur Tengah, Michael PatrickMulroy.
Ia juga mengatakan bahwa jika AS memiliki bukti yang kuat tentang hal ini, saru tangan yang mencegah mereka agar tidak berperang melawan Russia akan jatuh dan peperangan antar dua negara besar ini tidak bisa dihindarkan lagi
“Jika kita memiliki bukti kuat bahwa ini sedang dilakukan dan pasukan kita terbunuh, sarung tangan itu akan mengenai lantai,” ujar Mulroy. (mra)