Pro-Kontra, dan Kejelasan Kegiatan Mudik Idulfitri 1441 Hijriah

ilustrasi kegiatan mudik yang dilaksanakan menjelang akhir bulan ramadhan (foto:ANTARA/Aprillia A.)

Jakarta, 5NEWS.CO.ID, – Di akhir bulan ramadhan di Indonesia biasanya terdapat sebuah budaya yang bernama mudik dimana orang-orang yang tinggal di kota akan kembali ke kampung halaman masing-masing untuk sekedar bersilaturahmi dan bertemu sanak keluarga.

Sayangnya, tahun ini terdapat pro-kontra tentang budaya mudik ini dikarenakan pandemi yang sedang menimpa hampir seluruh dunia. Pandemi Covid-19 ini menyebabkan Presiden Jokowi harus mengeluarkan perintah larangan kegiatan mudik beberapa waktu lalu.

Namun hari ini, Jumat (01/05/20) Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan masyarakat masih diizinkan untuk mudik di tengah pandemi corona dengan syarat membawa surat keterangan mengenai kondisinya.

Surat tersebut dikeluarkan oleh tiga instansi yakni Dinas Perhubungan, Kepolisian Resor (Polres), atau Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, serta punya alasan darurat untuk pulang kampung. Nantinya surat tersebut ditunjukkan ke petugas yang berjaga di  titik pengawasan (checkpoint).

Keputusan Jokowi terkait larangan mudik dan diperbolehkannya mudik dengan syarat tersebut menimbulkan sejumlah pro-kontra dari berbagai pihak, salah satu yang menjadi viral di tengah masyarakat adalah opini Refly Harun yang merupakan mantan Komisaris Utama Pelindo.

Refly menyinggung keputusan Jokowi yang tertuang dalam Permenhub, menurutnya larangan mudik telah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).

Dia memberikan opini tersebut atas dasar UUD 1945 dan Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi setiap warga negara Indonesia berhak meninggalkan dan masuk kembali ke wilayah negara Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Dengan Permenhub 25 Tahun 2020 ini yang melarang mudik per tanggal 24 April, maka sesunggunya sudah ada pelanggaran atau pembatasan terhadap hak asasi manusia,” kata Refly Harun  dikutip dari kanal Youtube miliknya.

“Jadi hak asasi manusia baik itu yang tercantum di dalam konstitusi secara langsung UUD 1945 maupun yang tercantum di dalam UUD hak asasi manusia UUD Nomor 39 Tahun 1999, dapat dibatasi asal pembatasannya di dalam Undang-Undang, lah kok ini pembatasannya di dalam Permenhub, nah ini yang menjadi persoalan,” tutur dia.

“Pemerintah melakukan lockdown wilayah, karantina wilayah dengan melarang mudik atau pulang kampung, tapi di sisi lain Pemerintah tidak mau memenuhi kebutuhan dasar masyarakat,” lanjutnya.

Di lain sisi, Pakar Hukum Administrasi Negara Universitas Nusa Cendana (Undana), Dr Johanes Tuba Helan, SH MHum mengatakan bahwa larangan mudik yang dikeluarkan pemerintah sama sekali tidak melanggar hak asasi manusia.

“Tidak ada pelanggaran HAM. Kebijakan ini justru merupakan bentuk tanggung jawab negara atau pemerintah terhadap keselamatan rakyatnya,” ujar Johanes Tuba Helan dikutip dari ANTARA.

“Larangan mudik justru untuk melindungi hak asasi manusia bagi warga negara, yakni hak untuk hidup dan hak atas kesehatan,” pungkasnya. (mra)