Polemik Label Radikal Santri Tutup Telinga Saat Ada Musik dan Standar Ganda Toleransi Beragama

Santri yang mengantre untuk vaksin menutup telinga saat musik diputar di ruang vaksin. (instagram.com/dakwah_tauhid)

Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Unggahan Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono terkait video para santri tutup telinga saat mendengar musik jadi polemik. Komentar Diaz dianggap tak sesuai dengan sikap pemerintah yang selama ini kerap menggaungkan toleransi umat beragama.

Video itu diduga direkam saat para santri mengikuti program vaksinasi Covid-19. Namun belum jelas lokasi dan waktu kejadian tersebut. Begitu pula asal sekolah atau pesantren anak-anak itu.

Namun video itu dibubuhi keterangan bahwa para santri sedang mengantre vaksinasi. Di tempat itu, musik disetel. Di saat yang sama, santri-santri itu menutup kuping agar tidak mendengar suara musik.

“Sementara itu… Kasian, dari kecil sudah diberikan pendidikan yang salah. There’s nothing wrong to have a bit of fun!!” tulis Diaz mengomentari video di akun Instragram pribadinya.

Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan pernyataan Diaz menujukkan bahwa pihak Istana menerapkan standar ganda dalam upaya membangun toleransi antarumat beragama di Indonesia.

Menurutnya, pemerintah begitu gampang melabeli orang sebagai kelompok radikal, tanpa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.

“Paradoks atau standar ganda. Jadi bela diri, padahal belum tentu juga orang itu nasionalis, kita juga belum tahu, tapi di saat yang lain menuduh orang radikal,” kata Ujang seperti dilansir CNNIndonesia, Kamis (16/9).

Ujang berkata, setiap pernyataan atau langkah seorang pejabat negara seharusnya dilakukan secara objektif dan bijaksana. Menurutnya, pejabat negara perlu memiliki jiwa negarawan dan tidak boleh melayangkan tuduhan secara sembarangan.

“Semua semestinya objektif dan bijaksana agar bangsa ini tidak bertengkar di soal itu saja,” kata Ujang.

Lebih lanjut, ia menyampaikan langkah Diaz itu menunjukkan ketidakjelasan sikap pemerintah terkait toleransi antarumat beragama. Ujang meminta Istana memperbaiki gaya komunikasi yang dibangun terhadap publik dengan tidak asal melayangkan tuduhan.

“Semestinya ada aturan main, ada etika internal yang dijaga ketika mau komunikasi dengan publik. Kelihatannya main masing-masing ini,” tutur Ujang.

Ia pun meminta agar pejabat di lingkaran Istana tidak usil dalam menggunakan media sosial. Menurutnya, pejabat negara harus beretika menggunakan media sosial. Sementara, kata Ujang, Diaz tidak bijak menggunakannya. (mra)