
Jepara, 5NEWS.CO.ID, – Jalin Damai dan Gusdurian Jepara kembali mempertemukan dua pesantren beda mazhab. Yaitu memperjumpakan pesantren Sunni (Ahlussunnah wal jamaah) yang diwakili Pondok Pesantren Hasyim Asyari Bangsri dan pesantren Syiah Ahlulbait Darut Taqrib Jepara, Kamis (31/10/2019).
“Jalin Damai sukanya mempertemukan orang dan kelompok. Dalam momentum hari santri kami ingin mempertemukan pesantren Sunni dan Syiah agar saling membuka diri sehingga terjadi inklusifitas bukan eksklusifitas,” kata Ikfina Maufuriyah selaku ketua panitia dalam sambutannya di Pesantren Darut Taqrib Krapyak Jepara.
Menurut aktivis perdamaian itu, acara yang mengusung tema ‘Pesan Damai dari Pesantren’ itu merupakan percontohan sehingga kedepan bisa membuka kesempatan perjumpaan yang lebih baik lagi.
“Kedepan harapannya bisa banyak mempertemukan banyak kalangan sehingga banyak teman baru dan ilmu baru. Bisa banyak lagi kita saling belajar,” katanya.

Sementara itu wakil dari Pesantren Hasyim Asyari KH. Nuruddin Amin ‘Gus Nung’ dalam sambutannya menyatakan rasa gembira karena menurutnya Jika kita ingin toletansi secara hakiki kita harus bergaul dalam kehidupan sehari-hari secara langsung.
“Saya sangat mendukung dan memberikan apresiasi
terkait kegiatan ini, semoga hubungan yang terjalin adalah hubungan yang lebih substansif bukan sekedar basa basi,” katanya.
Gus Nung yang juga wakil pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Jepara itu mengatakan bahwa pesan damai lintas iman itu sudah biasa disampaikan dalam banyak kesemapatan kepada para santri baik dalam pengajian maupun praktek pergaulan di dalam pesantren.
“Bahkan pesantren kami pernah dijadikan tempat life in untuk menginap lintas iman. Seperti remaja dari gereja Katolik Kudus, gereja Mortoyudan Magelang. Dengan tahu kehidupan santri di pondok pesantren akan terjadi interaksi kehidupan bersmaa meski hanya satu atau dua malam,” pungkasnya.
Wakil Pesantren Darut Taqrib, Ustaz Alam Firdaus mengatakan bahwa melukis Indonesia yang cantik ini tidak bisa mengabaikan warna-warna yang ada karena pasti akan monoton dan tidak indah lagi.
“Tapi kita harus menggabungkan warna- warna yangg ada, baik ras, suku, budaya, keagaman, pemikirna dan lain sebagainya,” katanya.
Menurut pengajar alumni Qum Iran ini, apa yang lakukan pada sore hari itu merupakan langkah bersama dalam menciptakan Indonesia yang makmur, aman, damai dan sentosa.
“Karena para santri akan menjadi agen-agen toleransi yang menciptakan Indonesia yang indah ini” pungkasnya.
Acara sore itu agendanya adalah bedah buku karya dosen UNISNU Fathur Rohman yang berjudul Syiah dan Nasionalisme Indonesia. Sebuah buku hasil penelitian di pesantren Darut Taqrib, upaya menolak kalangan tertentu yang menuduh Syiah tidak nasionalis.
Acara yang dihadiri tak kurang dari seratus orang itu, dilanjutkan dengan salat berjamaah yang diimami ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Jepara KH. Mashudi. Makmumnya ada yang bersedekap (Sunni) ada juga yang lurus tangannya dan memakai turbah (Syiah). Dilanjutkan dengan maulid bersama gabungan santri Hasyim Asyari dan santri Darut Taqrib
Sebagai wujud persatuan dan kebersamaan, diakhiri dengan makan kepungan ala santri dan ditutup dengan futsal antara para santri dan para guru dari kedua pesantren. (mas)