Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Terkuak Di Lokasi Karhutla

5NEWS.CO.ID, – Sejumlah benda bersejarah dan  bernilai tinggi yang diduga berasal dari zaman Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang ditemukan di lahan gambut bekas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kabupaten Ogan Komering (OKI), Sumatera Selatan, tepatnya Kawasan Pesisir Timur Sumatera.

Seorang Arkeolog dari Badan Arkeologi Sumatera Selatan, Retno Purwanti, mengatakan warga berbondong-bondong datang ke lokasi lahan bekas terbakar di Kecamatan Cengal, Tulung Selapan, dan Air Sugihan. Lahan gambut dalam yang terbakar menyebabkan banyak peninggalan masa lalu yang muncul ke permukaan, beberapa jenis dari peninggalan-peninggalan tersebut berupa perhiasan dan logam mulia.

“Ada beberapa bahan yang terbuat dari emas, perhiasan kuno mata kucing berbentuk kalung buatan Mesir dan Indopasifik. Ada juga yang menemukan perhiasan kuno lainnya. Kalau dilihat dari ukiran dan bentuknya, emas itu buatan zaman Kedatuan Sriwijaya abad ke 19 hingga 14,” ujar Retno, Kamis, (3/10/2019).

Retno pun menambahkan bahwa di daerah tersebut juga pernah ditemukan artefak yang berasal dari kapal, seperti kemudi, papan, serta dayung. Adanya penemuan tersebut menimbulkan adanya dugaan dan kemungkinan bahwa daerah pesisir timur Sumatera dulu merupakan kawasan perdagangan atau pelabuhan besar Kerajaan Sriwijaya hingga Kesultanan Palembang.

Aktivitas warga mencari barang peninggalan masa lalu di bekas lokasi kebakaran lahan tersebut telah dilakukan sejak tahun 2015 lalu saat terjadi karhutla paling parah di OKI. Pada penemuan sebelumnya, berdasarkan hasil penelitian, penemuan peninggalan paling tua berasal dari abad ke-7 di Kawasan Karang Agung.

Akan tetapi, Retno menyayangkan bahwa perburuan benda bersejarah yang dilakukan oleh warga tidak dilaporkan ke Balai Arkeologi. Hal tersebut akan menyulitkan para peneliti untuk merangkai sejarah masa lampau di daerah pesisir apabila peninggalan-peninggalan disana telah diambil dan dijual kepada para kolektor benda-benda bersejarah.

“kebanyakan warga disuruholeh kolektor atau pemburu benda-benda bersejarah dari Lampung. Karena di Lampung sudah habis tak bersisa, mereka geser ke Sumsel. Warga ditawari harga yangcukup tinggi apabila berhasil menemukan benda-benda yang bernilai tinggi tersebut,” terang dia.

Hal ini tentu sangat disayangkan karena ketika barang-barang bersejarah tersebut sampai di tangan kolektor maka tidak akan bisa diteliti atau digunakan untuk menyusun teori tentang sejarah masa lalu dan membantu masyarakat indoesia memahami sejarah bangsanya sendiri. (mra)