
Jakarta, 5NEWS.CO.ID, – Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, mengakui peraturan perlindungan terhadap pekerja imigran Indonesia terutama anak buah kapal (ABK) pelaut dan kapal ikan masih berantakan.
Hal itu disinggung dalam webinar yang digagas Indonesia Ocean Justice Initiative terkait perlindungan ABK WNI di kapal ikan asing, Kamis (14/05/20).
Tak hanya aturan yang tumpang tindih, Benny menuturkan pengaturan tata kelola dan kewenangan dari mulai proses perekrutan hingga penempatan juga masih belum jelas.
“Carut marutnya persoalan tata kelola ABK itu disebabkan tidak adanya kejelasan dan ketegasan dalam pengaturan pembagian kewenangan tata kelola penempatan dan perlindungan ABK baik antara lembaga pemerintah maupun pihak-pihak lainnya yang berhak melakukan penempatan,” ujar Benny.
Sebagai contoh, Benny mengungkit banyak pihak yang bisa mengeluarkan surat izin penempatan ABK, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Ketenagakerjaan dan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
Tak hanya soal penempatan, Benny mengatakan antara lembaga dan kementerian belum memiliki data terpadu yang terintegrasi, termasuk pihak ketiga, terkait perekrutan dan penempatan ABK di luar negeri.
Ketidakjelasan tata kelola penempatan dan perlindungan ABK ini, ujar Benny, turut mempersulit pemerintah sendiri dalam menangani kasus yang menimpa para pelaut dan nelayan Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing.
Menurut Benny, pemerintah perlu segera menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan Awak Kapal Niaga dan Perikanan pada pasal 64 Undang-Undang No.18/Tahun 2017. Peraturan itu, paparnya, seharusnya terbit paling lambat 22 November 2019 lalu.
Benny menegaskan PP tersebut harus memuat aturan yang sangat jelas dan rinci mengenai tahap perekrutan hingga penempatan ABK seperti batas usia minimal di atas kapal, standar jam kerja, pemeriksaan medis ABK secara berkala di atas kapal, penentuan standar Perjanjian Kerja Laut sesuai prinsip HAM, standar nilai upah ABK, pelatihan serta sertifikasi keselamatan kerja di atas kapal, hingga jaminan kesehatan dan sosial bagi ABK. (mra)