Mereka Adalah “Duta Keluarga” Di Minya, Mesir

paparan debu kapur selimuti para pekerja


MINYA, 5NEWS.CO.ID,- Tidak ada perlengkapan keselamatan khusus yang dipakai. Menyusuri bukit dan menurunkannya, sesekali para pekerja memotong bongkahan batu kapur dengan mesin gergaji raksasa. Suara bising dari alat potong listrik itu sebagai “alunan musik klasik” yang menjadi menu harian di telinganya.

Diselimuti paparan debu putih halus, yang sangat terasa di hidung hingga menyesakkan dada. Pun pandangan mata menjadi terganggu. Jaminan kesehatan sangatlah mustahil diterima. Mereka…adalah “duta keluarga” di kota Minya.

“Debu mengganggu mataku. Mataku sakit akibat banyak debu yang masuk. Hidung Saya juga tersiksa (sulit bernapas). Bahaya membayangi kita dari semua sisi,” keluh Iskandar Malak Mina, petambang, Senin (20/1/20).

Karena himpitan ekonomi, upah yang sangat minim pun tak mengapa. Mereka digaji 100 pounds Mesir atau setara Rp 80.000 untuk 7 jam kerja per hari. Namun, mereka bekerja tanpa memedulikan itu semua. Asap dapur haruslah tetap mengepul saban hari, meski nyawa jadi taruhannya.

“Pertama Kami melibas permukaan gunung dengan “loader”. Lalu, mesin membersihkannya sehingga bisa cocok untuk produksi. Setelah itu, para pekerja menggunakan mesin (gergaji listrik) untuk memotong balok kapur. Apa yang Kami produksi ini kemudian diangkut truk ke seluruh Mesir,” terang Sadawy Butros Hanna, petambang kapur lainnya.

Sementara itu, dalam empat tahun terakhir otoritas Mesir telah menutup hampir 400 tambang ilegal tersebut. Hal itu dilakukan seiring meningkatnya jumlah korban dalam kecelakaan kerja. Namun faktanya, kini masih ada 350 perusahaan tambang kapur tanpa izin yang masih beroperasi. (h@n)