
Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Aksi demonstrasi menolak disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja terus berkobar di beberapa daerah telah berlangsung selama tiga hari, sejak Selasa (06/07) hingga Kamis (08/10/20). Bahkan beberapa aksi tersebut berakhir dengan kerusuhan.
Para buruh dan mahasiswa mengekspresikan kekecewaan mereka dengan membakar ban, merusak mobil polisi dan merobohkan gerbang kantor pemerintahan. Untuk mengendalikan massa, polisi menggunakan gas air mata, water cannon dan lain sebagainya.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Presiden Joko Widodo dan DPR mengenai aksi yang telah dilakukan di hampir seluruh daerah tersebut.

Jakarta, demonstrasi di Jakarta sempat dicegah dengan alasan pembatasan sosial dan juga terkait pandemi. Namun, aksi demostrasi tetap terjadi. Hari ini, Jakarta menjadi sorotan publik dan media karena demonstrasinya yang berujung ricuh.
Dikutip dari Kompas.com, Kamis (08/10), massa dari aliansi mahasiswa memblokade simpang harmoni, Jakarta Pusat. Mereka menggelar aksi di sekitaran istana negara, dan dihadang oleh tim gabungan dari TNI Polri.
Aksi itu diikuti oleh 5.000 mahasiswa yang berasal dari 300 kampus. Unjuk rasa digelar lebih besar hari ini. Tiga hari sebelumnya unjuk rasa hanya dilakukan oleh buruh. Kericuhan pun terjadi saat massa hendak mendekat ke istana negara, polisi menembakkan gas air mata, bentrok pun tak terelakkan.

Yogyakarta, aksi di Yogyakarta dimulai pukul 12.30 WIB, Kamis (08/10) di depan kantor DPRD DIY. Penyampaian aspirasi itu mulanya berjalan tertib, massa aksi bergantian berorasi dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan. Hingga pada pukul 14.52 WIB massa nampak melempari Gedung DPRD DIY dengan benda-benda seperti botol dan batu.
Hal ini membuat petugas menertibkan massa dengan cara menembakkan gas air mata. diketahui, beberapa mahasiswa terluka akibat kejadian ini dan harus mendapat perawatan dari tim medis.

Semarang, demonstrasi yang menolak Omnibus law Undang-undang Cipta Kerja di kantor Gubernur Jawa Tengah, Semarang, pada Rabu (07/10/20) juga berujung ricuh. Pada awalnya, demo yang dimulai di pagi hari itu berlangsung dengan tertib dan damai, perwakilan dari berbagai elemen menyampaikan aspirasinya dan berorasi terkait Omnibus Law yang dinilai merugikan rakyat.
Situasi mulai tidak kondusif ketika terjadi pelemparan botol air mineral, batu dan benda-benda lain hingga menyebabkan kerusakan pada bagian luar gedung. Massa juga memaksa masuk dan merobohkan pagar kantor Gubernur, akibat insiden itu beberapa mahasiswa dan aparat kepolisian menderita luka-luka.
Beberapa jam kemudian, massa aksi pun tidak terkendali dan mengakibatkan bentrok antara demonstran dan kepolisian, demonstran mulai mundur ketika polisi menembakkan water cannon. (mra)