
Semarang, 5NEWS.CO.ID- Aksi Petisi Rakyat Papua Se-Jateng yang dilaksanakan pada hari ini, Jumat (05/03/21) dibubarkan aparat kepolisian. Aksi tersebut digelar dari Patung Kuda, Universitas Diponegoro, Pleburan, Semarang dan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Aksi ini diikuti oleh sekitar 70 orang.
Diketahui, aparat yang telah lebih dulu tiba di lokasi langsung mencegat massa aksi. Pihak aparat beralasan bahwa tidak boleh melaksanakan aksi di tengah pandemi Covid-19 dan tema aksi “Tolak Otonomi Khusus Dan Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri” dianggap bertentangan dengan keutuhan wilayah NKRI.
“Saat massa aksi hendak mempersiapkan spanduk dan tali komando, Aparat yang lebih dulu di lapangan langsung mencegat massa aksi. Sehingga dilakukan negosiasi tetapi tidak berhasil,” ungkap juru bicara massa aksi, Ney Sobolim dalam keterangan tertulisnya, Jum’at (05/03).
Kronologi Jalannya Aksi
Kemudian Aparat Kepolisian langsung membentuk lingkaran mengurung massa aksi. Akibatnya terjadi saling dorong dan berujung pada pemukulan serta penangkapan terhadap 3 orang massa aksi atas nama Detri Degei, Felix Magai dan Ham Gobai.
Massa aksi lain tetap di lapangan, aparat kemudian memutus tali komando serta merampas spanduk dan sejumlah poster. Massa tetap bertahan ditengah kepungan dan dorongan serta pukulan aparat.
“Sehingga pihak kepolisian mendatangkan personil dari Polda Jateng, jumlah aparat cukup banyak,” tambahnya.
Intensitas bentrokan semakin meningkat tetapi Polisi mengangkut 20 orang massa aksi ke Polrestabes Semarang. Sementara massa aksi lain tetap bertahan hingga dipukul mundur ke arah Undip.
Kemudian 20 orang massa aksi yang diangkut ke Polrestabes dibebaskan sekitar pukul 12.50 WIB. Setelah dibebaskan, lalu diangkut kembali ke Patung Kuda Undip dan bergabung bersama kawan-kawan lain yang masih bertahan.
Setelah tiba disana dilanjutkan dengan orasi-orasi politik pada umumnya menolak pemberlakuan Otsus di Papua dan sebagai solusinya diberikan hak penentuan nasib sendiri. Karena Imperialisme / kapitalisme global yang haus akan sumber daya alam Papua terus menciptakan militerisme di Papua dimana pengingsian di Nduga, Intan Jaya dan Puncak serta sejumlah daerah di Papua.
“Apalagi dengan disahkan Omnibus Law Cipta Kerja wilayah Papua akan menjadi lahan eksploitasi besar-besar seperti yang saat ini BLOK C WABU,” lanjut Ney.
Sementara, Koordinator Lapangan aksi mahasiswa Papua, Felix Magai menyatakan beberapa poin pernyataan berikut ini:
- Berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri
- Tolak Otsus Jilid II
- Hentikan operasi militer di Intan Jaya, Nduga, Puncak dan seluruh Tanah Papua.
- Indonesia segera mengakui kedaulatan bangsa Papua yang telah dideklarasikan pada 1 Desember 1961.
Keterangan Polisi
Di lain sisi, aparat kepolisian mengatakan bahwa sebelum dibubarkan, massa aksi telah diperingatkan berkali-kali agar tidak melanjutkan kegiatan tersebut. Polisi menyatakan bahwa kerumunan dalam aksi tersebut telah melanggar protokol kesehatan di masa pandemi.
“Kami minta agar saudara-saudara bisa taat hukum dan patuhi aturan. Mohon segera membubarkan diri karena ini masih masa pandemi dan kita harus disiplin protokol kesehatan, tidak berkerumun dan menciptakan kerumunan. Sekali lagi, mohon bisa dipahami”, ujar Wakapolrestabes Semarang AKBP Iga Nugraha, seperti dikutip dari CNN, Jumat (05/03).
Pihaknya juga mengaku sempat diajak bernegosiasi, tapi tetap tegas untuk meminta aksi demo segera membubarkan diri.
Tak kunjung menemukan titik temu, polisi akhirnya mengambil tindakan tegas berupa pembubaran aksi tersebut. Akibatnya, kericuhan pun tak terhindarkan. (mra)