
Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Komika Bintang Emon menjadi perbincangan warganet setelah mengunggah sebuah video yang berisi keresahannya tentang kasus penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
Melalui video berdurasi 1 menit 42 detik itu, Bintang mengkritik tentang tuntutan hukuman satu tahun penjara bagi penyerang Novel Baswedan. Terdapat beberapa akun Twitter yang menuduh bahwa bintang film Milly & Mamet itu menggunakan narkotika jenis sabu.
Hal ini pun menimbulkan kontroversi yang berkaitan dengan kebebasan demokrasi negeri ini. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai serangan terhadap komedian Bintang Emon itu mengancam demokrasi.
Peneliti KontraS, Rivanlee Anandar, mengatakan gangguan itu menunjukkan adanya upaya pembungkaman terhadap individu atau kelompok yang menggunakan hak konstitusional untuk menyeimbangkan narasi negara.
“Meski belum diketahui dari mana asal (dalang) pengganggu, ini adalah salah satu bentuk intimidasi terhadap kebebasan sipil, untuk berekspresi,” kata Rivanlee, Senin, (15/06/20).
Dia mengatakan serangan semacam ini banyak terjadi terhadap pegiat HAM dan demokrasi. Seiring dengan perkembangan teknologi, model serangan menjalar menjadi intimidasi siber dengan doxxing, fitnah (defamation), atau berita bohong tentang seseorang yang sedang mengkritik negara.
Sialnya, kata dia, pola penegakan hukum kerap sebelah mata dan tak tegas sehingga peristiwa semacam ini terus berulang. Rivanlee juga menyebut ketidaktegasan hukum menandakan adanya teror terhadap warga yang berekspresi tentang kebijakan negara.
“Peristiwa ini jelas mengancam demokrasi karena pihak yang tidak diketahui ini seolah mengambil alih peran negara untuk melakukan intimidasi verbal/nonverbal. Ketakutan yang menyebar akan menjadi teror yang melumpuhkan fungsi masyarakat,” ujar Rivanlee.
Senada dengan KontraS, Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Daulay meminta pemerintah turun tangan menertibkan buzzer setelah komika Bintang Emon diduga diserang karena mengunggah video kritik persidangan kasus Novel Baswedan.
Saleh menyampaikan tidak boleh ada seorang pun yang mendapat ancaman karena menyampaikan kritik terhadap pemerintah.
“Ya, kita berharap pemerintah kan punya aparat di Kominfo, kalau ada yang bentuknya mengarah kepada bully, dan juga mengarah fitnah, ancaman segala macam, saya kira boleh-boleh saja diperiksa, ditelusuri,” kata Saleh kepada salah satu media nasional di Ruang Fraksi PAN di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (15/06/20).
Saleh mengingatkan Indonesia telah sepakat menganut demokrasi sebagai sistem politik. Seharusnya segenap aparat dan pejabat pemerintahan ikut berkomitmen menegakkan demokrasi.
Salah satu ciri demokrasi, kata dia, adalah kebebasan berpendapat warga negara untuk mengkritik pengambil kebijakan. Saleh berharap pemerintah bisa menjamin hak tersebut.
“Pemerintah adalah bagian dari pengambil kebijakan atau pelaksana dari kebijakan itu sendiri, maka harus bersedia untuk dikritik, selama kritik itu bertanggung jawab, bukan dalam bentuk fitnah,” ucap dia. (mra)