KITA: Tokoh Agama Harus Ikut Andil Lawan Perdagangan Orang

Doa lintas iman yang diselenggarakan oleh lembaga KITA untuk menyambut Hari Anti Perdagangan Manusia Dunia 2021. (Foto: Dok. 5NEWS.CO.ID)

Wonosobo, 5NEWS.CO.ID,- Menyambut Hari Anti Perdagangan Manusia Dunia 2021, Lembaga KITA mengadakan doa lintas Iman untuk korban perdagangan orang pada Senin 8 Februari 2021.

Doa Lintas Iman ini dihadiri dari berbagai lembaga seperti KNPI, UPIPA, Mafindo, Gerakan Pemuda ANSOR, Komunitas Biru, dan masyarakat umum dari kalangan pemeluk agama, Islam, Hindu, Budha, Katolik dan lainnya.

Suster Wahyu Veronica, ketua dewan pengawas Lembaga KITA dalam sambutannya menyebut perdagangan orang erat kaitannya dengan agama. Dan karenanya untuk menangani perdagangan orang, kerjasama semua elemen masyarakat lintas agama sangat penting.

Suster Wahyu mencontohkan sosok Santa Yosefina Bakhita, yang pernah menjadi budak namun bangkit dan menjadi pembela hak-hak budak lainnya agar mendapatkan keadilan.

“Tokoh agama itu banyak didengar umatnya. Mereka punya peran penting untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya perdagangan orang,” kata Suster Wahyu.

Namun sayangnya, tutur Suster Wahyu, tokoh agama juga kadang tidak sadar ikut berperan dalam proses perdagangan orang. Ia menuturkan ada Romo yang mengabarkan ada lowongan pekerjaan ke jamaahnya, tanpa tahu bahwa pekerjaan itu ternyata adalah jaringan perdagangan orang.

Maizidas Salas, pengurus Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyebut yang paling menjadi korban perdagangan manusia adalah buruh migran.

“Dan mayoritas korbannya wanita,” kata wanita yang pernah menjadi korban perdagangan orang ini, namun kini aktif menyuarakan keadilan bagi buruh migran.

Ada banyak modus perdagangan orang ini, terutama melalui iming-iming gaji besar ke anak yg baru lulus SMP dan SMK terutama. Mereka diberi uang pesangon, tetapi ternyata uang pesangon ini adalah pinjaman paksa dari calo. Di mana calo dan jaringannya mendapatkan fee dari situ.

“Dengan dalih medical check up buruh migran mendapatkan pelecehan seksual,” kata Maizidah.

Celakanya, kata Maizidah, banyak buruh sendiri tidak tahu bahwa hak-haknya banyak dilanggar.
PJTKS hanya mengajari kewajiban buruh, tapi tidak memberitahu hak-hak dasar mereka sebagai manusia dan dalam hukum ketika ada masalah.

“Agensi selalu bilang jangan lapor ke pemerintah atau LSM kalau ada masalah. Mereka bilang sabar dulu, atau diambil paksa tandatangani kontrak minta dipulangkan, hingga dipindah-pindahkan ke majikan baru,” terangnya.

Tak hanya buruh migran, ada banyak modus perdagangan orang yang sering tidak dipahami sebagai bentuk perdagangan orang. Tak hanya orangtua dan remaja, bahkan bayi pun menjadi korbannya.

“Sekarang juga modusnya bahkan bisa melalui medsos, korban tak sadar bahwa ia telah dijual,” tambah Narumi dari Lembaga KITA.

Muttakim, Ketua GP PAC Ansor Wonosobo menyebut kemiskinan menjadi salah satu penyebab terjadinya perdagangan orang. Bahkan, ia menuturkan, karena lahan pertanian rusak karena over eksploitasi, di daerah Dieng sudah mulai banyak warga yang menjadi buruh migran dan rawan menjadi korban perdagangan orang.

Muttakim setuju bahwa peran tokoh agama sangat penting untuk memberikan pemahaman dan kesadaran umat akan bahaya perdagangan orang ini. Namun senada dengan Suster Wahyu, Muttakim juga menyayangkan ada tokoh-tokoh agama yang justru ikut merusak alam dan ikut andil dalam memiskinkan masyarakat, yang pada gilirannya membuat mereka rentan jadi korban perdagangan orang.

“Bahkan di galian C itu ada oknum Anshor dan Banser yang ikut bertanggungjawab merusak gunung. Ini kan menyedihkan,” ujar Muttakim. (Muh)