
Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Kerusuhan yang terjadi usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya pada pekan ke-11 Liga 1 Indonesia 2022 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (01/10/22) mendapat sorotan media internasional.
Dihimpun 5NEWS.CO.ID, Minggu (02/10), salah satu media asal Inggris, The Guardian melaporkan 120 orang tewas dalam kerusuhan tersebut setelah Arema FC harus menelan kekalahan dari Persebaya Surabaya dengan skor 2-3.
Portal berita top Inggris itu menulis dengan judul More than 120 people reportedly killed in riot at Indonesian football match.
More than 120 people reportedly killed in riot at Indonesian football match https://t.co/mzM85VCgk4
— The Guardian (@guardian) October 1, 2022
The Guardian juga turut mengutip perkataan kepada kantor kesehatan daerah Malang, Wiyanto Wijoyo yang mengatakan lebih dari 120 orang tewas dan masih mengumpulkan jumlah korban yang terluka dan tengah dirujuk ke rumah sakit setempat.
“Perkelahian kabarnya dimulai saat ribuan suporter Arema berhamburan ke lapangan usai timnya kalah. Pemain Persebaya langsung meninggalkan lapangan, namun beberapa pemain Arema yang masih berada di lapangan juga ikut diserang,” tulis The Guardian.
Selain The Guardian, media asal Amerika Serikat, New York Times turut mengabarkan soal kerusuhan ini dan menuliskan beberapa orang tewas setelah lusinan suporter masuk ke lapangan seusai pertandingan.
Laman The New York Times, Minggu, menuliskannya dengan judul Riots at Indonesian Soccer Match Leave Several Fans Dead.
“Kekerasan sepak bola telah lama menjadi masalah bagi Indonesia. Kekerasan, seringkali persaingan mematikan antara tim-tim besar adalah hal biasa,” tulis New York Times.
“Beberapa tim bahkan memiliki klub penggemar dengan apa yang disebut komandan, yang memimpin pasukan pendukung untuk pertandingan di seluruh Indonesia. Suar sering dilemparkan ke lapangan dan polisi anti huru hara selalu hadir di banyak pertandingan,” sambung tulisan tersebut.
Persebaya menang 3-2 atas rival mereka Arema di Derby Jawa Timur, mendorong sejumlah besar pendukung menyerbu lapangan setelah peluit penuh waktu.
Polisi anti huru hara menanggapi dengan menggunakan gas air mata di dalam stadion, ketika rekaman menakutkan yang dibagikan di media sosial menunjukkan para penggemar memanjat pagar untuk menghindari asap.
Gas air mata membuat ribuan penggemar berjuang untuk bernapas, dengan banyak yang akhirnya pingsan.
Sejumlah media terkemuka lain, termasuk The Mirror dan The Sun juga menulis kerusuhan sepak bola dengan jumlah korban kedua terbanyak di dunia itu.
Dilansir dari Tempo, korban tewas terbanyak dalam kerusuhan sepak bola terjadi di Stadion Nasional Peru di Lima pada 24 Mei 1964 dengan jumlah total 326 orang. (mra)