Jurnalis Diintimidasi Polisi Saat Liput Aksi, AJI Semarang Protes Keras

Aksi demo tolak Omnibus Law di depan kantor Gubernur Jawa Tengah. (Foto: Vedyana)

Semarang, 5NEWS.CO.ID,- Jurnalis kembali mendapat perlakuan intimidatif dari pihak kepolisian saat meliput aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Jateng, Rabu (07/10/20). AJI Semarang memprotes keras tindakan tidak mengenakkan tersebut.

Jurnalis Suara.com, Muhammad Dafi Yusuf mengungkapkan, ia dilarang merekam saat polisi membubarkan massa aksi.

Tidak hanya melarang untuk merekam momen unjuk rasa tersebut, Dafi juga mengaku dipaksa untuk menghapus sejumlah file dalam bentuk foto maupun video yang telah diambil sebelumnya.

“Dilarang, ketika merekam massa aksi yang dipukuli, aku disuruh tidak merekam, dan video disuruh hapus,” kata Dafi saat dihubungi wartawan, Rabu (7/10) malam.

Merespons insiden ini, Ketua AJI Semarang, Edi Faisol memprotes keras langkah aparat kepolisian di Kota Semarang yang menghalangi kerja jurnalis saat meliput aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law, Rabu (07/10).

“Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang memprotes langkah aparat kepolisian di Kota Semarang yang menghalangi kerja jurnalis saat meliput aksi demonstrasi penolakan pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja pada Rabu 7 Oktober 2020,” ujar Edi Faisol dalam pernyataan sikapnya.

Ia juga mengatakan, berdasarkan laporan yang diterima AJI Semarang, aparat kepolisian menghalangi kerja jurnalis saat meliput demonstrasi di kantor DPRD Jateng jalan Pahlawan Kota Semarang. Saat itu polisi bersikap intimidatif dan melarang jurnalis merekam aksi demonstrasi.

“Bahkan mereka minta wartawan menghapus sejumlah file gambar dalam bentuk video maupun foto yang diambil wartawan,” kata dia.

AJI Semarang menilai sikap aparat kepolisian itu melanggar undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers, khususnya dalam Pasal 18 yang menyebut, setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.

Pihaknya mengungkap, ada dua jurnalis yang melapor ke AJI Semarang, masing-masing Muhammad Dafi Yusuf dari Suara.com yang mengaku diminta oleh polisi untuk tidak mengambil gambar dan menghapus video saat liputan, serta Praditya Wibi dari Serat.id juga mengalami hal yang sama.

“Tak menutup kemungkinan perlakuan polisi itu juga dialami oleh jurnalis lain,” ungkap Edi.

Menurut informasi, aksi demonstrasi tersebut berakhir rusuh, sementara aparat kepolisian bertindak keras terhadap para demonstran dengan cara memukul, menendang, bahkan merusak telepon genggam dan menangkap peserta aksi. (mra)