
Oleh Ahmad Alif
Nampaknya tensi perseteruan antara Iran dan Amerika kian panas saja. Terlebih pasca rontoknya drone RQ-4 Global Hawk kebanggaan Amerika yang kena sasar rudal Iran di atas Selat Hormuz. Pesawat yang katanya berteknologi tercanggih di dunia dan berharga mahal itu rontok oleh Rudal Khordad-3 milik Iran. Konon harganya sekitar USD 130 juta atau lebih dari Rp 1,8 triliun.
Saling ancam di media pun tak terhindarkan. Trump berkoar mau menyerang Iran, selang 10-15 menit dibatalkan. Di media Trump beralasan jika serangan balasan ke Iran dilanjutkan karena akan menelan 150 korban. Tidak sebanding dengan harga sebuah dron miliknya, katanya.
Sejak kapan Amerika berpikir soal korban? Hanya dengan berita hoaks Saddam Husain memiliki senjata pemusnah massal, Irak luluh lantak oleh serangan Amerika di era George W. Bush. Ratusan korban anak-anak dan wanita, belum lagi mereka yang cacat dan terkatung-katung menjadi pengungsi di Negara lain.
Iraq Body Council (IBC) sebuah lembaga yang secara rutin menghitung dengan jeli mengenai korban sipil serangan Amerika dan Inggris menyebutkan 97.461 hingga 106.348 korban jiwa hingga Juli 2010. Itu yang terctat, bagaimana dengan yang hilang dan tidak terdata?
Baiknya memang Amerika tidak bicara soal korban sipil dan dan resiko kerusakan suatu negara akibat ulah agresinya. Sebab sudah banyak negara yang menjadi korban dari arogansi dan keserakahan Amerika.
Arogansi Amerika menemukan batu sandungan ketika berhadapan dengan Iran. Beragam cara dilakukan untuk melumpuhkan Iran. Dari ebargo ekonomi tak berkesudahan sejak 1979 hingga sekarang, perang Iran-Irak yang dipaksakan selama 8 tahun.
Iran sejak berhasil melakukan revolusi dan menumbankan kekuasaan Syah Reza Pahlevi, yang digerakan oleh ulama kharismatik Ayatullah Ruhullah Khomaini, kemudian membentuk negara Republik Islam sebagai pilihan mayoritas warga negara, maka sampai sekarang konstitusi negara itu menjadikan Islam mazhab Syiah sebagai pilihan ideologi negara dengan dipimpin seorang wali faqih atau ulama mumpuni yang tidak sekedar paham soal agama, akan tetapi cakap menguasai peta perpolitikan, ekonomi dan semua yang dibutuhkan sebuah negara.
Yang menarik, Iran melihat bahwa musuh utama negaranya adalah melawan arogansi negara-negara adikuasa terhadap negara-negara lemah. Bangsa Mustadafin (tertindas) melawan arogansi mustakbirin (adikuasa/penindas). Maka langkah utama Iran menjadikan Israel dan Amerika sebagai ikon musuh negaranya, dan menyebut Ameriak sebagai Setan Besar. karena Amerika dianggap sebagai biang kisruh di negara-negara yang tidak mau tunduk dalam ketiak kekuasaanya.
Hal menarik lainya, Iran menjadikan Palestina sebagai tujuan utama dari perjuangan dalam membela bangsa-bangsa tertindas. Sehingga langkah pertama setelah revolusi adalah menjadikan kedutaan Israel yang kala itu yang sangat dekat dengan Iran, digantikan kedutaan Palestina.
Iran melihat bahwa bangsa Palestina adalah Negara lemah yang ditindas sedemikain rupa oleh negara fiktif bikinan Inggris di tanah pendudukan Palestina. Maka menghapus Israel adalah tujuan utama pembelaan mereka sebagai sebuah bangsa. Menjadikan Palestina sebagai tanah air bagi semua warga negara Palestina di mana pun mereka sekarang berada, baik sebagai pengungsi di negara luar atau pegungsi di negri akibat agresi Israel.
Artinya bagi Iran, palestina nantinya buka negara fasis yang hanya dihuni oleh bangsa dan agama Israel saja sebagai mana klaim Zionisme internasional, akan tetapi milik semua warga negara Palestina dahulu sebelum terpecah seperti sekarang. Palestina yang menyatu; jalur Gaza, Tepi Barat dan anah-tanah yang dikuasai Israel sekarang.
Sikap Iran jika terjadi perang terbuka dengan Amerika.
Israel Yang Pertama Akan Dihancurkan
Bagi Iran jelas bahwa musuh utama itu Israel dan Amerika. Maka Andai negri Mullah itu diserang Amerika seperti layaknya dulu Irak, suriah atau Afganistan, maka Israel sebagai sekutu dan anak emas Paman Sam merupakan sasaran pertama dari rudal-rudal Iran.
Seperti dilontarkan seorang pejabat senior
parlemen Iran baru-baru ini. Ketua Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar
Negeri Parlemen Iran, Mojtaba Zolnour mengatakan
bahwa Teheran akan menghancurkan Israel
dalam waktu setengah jam jika Amerika Serikat nekat menyerang Republik Islam.
“Jika AS menyerang kami, hanya setengah jam akan tersisa dari umur
Israel,” katanya, yang diberitakan Mehr, Selasa (2/7/2019).
Dan hampir semua pejabat Iran sepakat bahwa Isarel adalah biang dari semua kemelut di Timur Tengah. Maka tak heran semua pejabat Iran dan rakyatnya sepakat bahwa penghapusan Negara Israel dan Israel akan musnah tidak akan lama lagi, merupakan lagu yang selalu mereka nyanyikan setiap hari.
Pangkalan Amerika Di Kawasan Sebagai Sasaran Serangan
Selain itu, setidaknya ada 36 pangkalan militer AS di wilayah yang ada di negara-negara terluk yang merupakan sekutu Amerika. Pangkalan-pangkalan militer AS itu ibarat benteng yang mengepung Iran.
Bagi Iran sendiri, andai Iran di serang Amerika, maka pangkalan-pangkaan militer Amerika sebagai target terdekat yang akan menjadi sasaran rudal-rudal Iran yang terkeal presisi itu.
Menurut penelusuran media, Negara-negara teluk berikut dan merupakan tetangga dekat Iran merupakan tempat mangkalnya militer Amerika. Seperti Armada ke-5 Angkatan Laut AS, yang bertugas di Timur Tengah dan Afrika Utara, memiliki setidaknya 7.000 tentara AS di pangkalan permanennya di Bahrain.
Di Kuwait terletak Komando Pusat Angkatan Darat AS memiliki pos komando, di mana sekitar 13.000 tentara ditempatkan.
Pangkalan Udara Al Dhafra di Abu Dhabi di Uni Emirat Arab berisi 5.000 lebih personel AS, sementara Pangkalan Udara Al Udeid Qatar yang besar memiliki sekitar 10.000 tentara AS.
Belum lagi di kerajaan Saudi Arabia, tempat paling banyak bercokolnya pangkalan militer Amerika baik Darat, Laut dan Udara.
Baru-baru ini dilaporkan, dengan dalih untuk meningkatkan kerjasama di bidang keamanan dan untuk menjaga stabilitas kawasan, sekitar 500 tentara Amerika Serikat dilaporkan akan berangkat ke Pangkalan Udara Pangeran Sultan yang terletak di sebelah timur Ibu Kota Riyadh.
Rencana ini disambut baik oleh Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz Al-Saud. Laporan menyebutkan, bahwa perang yang di sulut Saudi ke Yaman yang semakin tidak popular dan Saudi mulai ditinggalkan oleh sekutu-sekutunya. Mungkinkan peambahan pasukan itu upaya memperkuat Saudi dalam perang melawan Yaman dan kemungkinan memperkuat kerajaan Saudi andai terjadi perang antara Amerika dengan Iran? wallohualam
Dua alasan diatas seharusnya cukup menjadi pertimbangan negara haus perang seperti Amerika dan sekutunya. Seperti banyak analis politik dan pengamat perang mengatakan, jika Amerika nekat menyerang musuh bebuyutannya yang sukar ditundukkan itu, maka akan menyulut perang di kawasan yang mungkin tidak bisa dihentikan dan kerugian tidak sedikit bagi dunia internasional.
“Jika mau bakar-bakaran di kawasan ayo kita bakar saja sekalian belakang rumah kalian.” Begitu kira-kira jawaban Teheran ke Washington.