Jepara, 5NEWS.CO.ID, – Ratu Kalinyamat bagi masyarakat Jepara punya nilai budaya dan kultur luhur. Namun selama ini nilai-nilai besarnya tidak banyak dimengerti, hanya sebatas tahunan saat karnaval.
Hal itu disampaikan Hadi Priyanto saat ditemui 5news.co.id di Telaga Sejuta Akar, Desa Bondo Kecamatan Bangsri Jepara, sesaat sebelum gelaran Diskusi dalam tema “Perumusan Nilai-Nilai Keutamaan Ratu Kalinyamat,” Sabtu (17/8/2019).
Acara siang itu digagas Yayasan Kartini Indonesia (YKI) bekerjasama dengan Yayasan Dharma Bakti Lestari menghelat acara dan dihadiri beberapa pejabat Pemkab Jepara, para guru, pelajar dan penikmat sejarah Jepara.
“Jika hanya karnaval dan tarian generasi muda Jepara nantinya tidak dapat apa-apa. Diskusi ini untuk merumuskan nilai dan spirit yang relevan dan diakui,” kata penulis buku Ratu Kalinyamat ini.
Hadi mengatakan bahwa tidak bisa sekali duduk untuk merumuskannya, harus ada beberapa kali pertemeuan dan beragam latar pakar. Baru pertama ini perumusan soal nilai-nilai Ratu Kalinyamat diadakan, katanya.
“Banyak rumusan nilai yang bisa digali kemudian diterapkan di masa sekarang. Seperti religiusitas Ratu Kalinyamat karena dia santri para wali, apa buktinya? bagaimana menggerakan ekonomi kreatif pada masanya? plurarisme seperti apa di jamannya sehingga bisa membangun masjid dengan banyak ornamen lintas agama, bangsa dan budaya?” katanya.
Menurut penulis buku biografi Kartini dan Sastrokartono ini, Motif masjid Mantingan banyak menyimpan nilai yang bisa digali. Masjid yang membuka banyak peradaban yang berbeda.
“Meskipun masjid tempat ibadah bagi Muslim, tapi banyak menyimpan simbol-simbol dari agama lain,” katanya.
Hadi menambahkan, posisi Kalinyamat berperan besar baik sebagai pemimpin di negrinya, sebab Retno Kencono, nama lain Kalinyanat, adalah putri dari Sultan Trenggono, penguasa Demak. Juga sebagai penghubung bahkan pengaman bagi raja-raja di Nusantara, terutama di lautan.
Namun sayangnya, kebesaran Ratu Kalinyamat seakan pudar setelah penjajahan. Hadi menyebutkan beberapa sebab diantaranya karena setelah periode Belanda berkuasa, pangeran Arya terhimpit dominasi Belanda. Bandar Pelabuhan besar di Jepara semasa Kalinyamat, dipindah ke Semarang.”Pelabuhan besar Jepara menjadi sepi dan mulai ditinggalkan pelaut dari bangsa-bangsa lain,” katanya.
Sebab lain, runtuhnya kerajaan Demak, Mataram dan kerajaan-kerajaan lain turut berperan menghilangkan jejak perjuangan dan nilai-nilai luhur yang dimiliki penguasa perempuan Japara itu. (mas).