
Jepara, 5NEWS.CO.ID, – Dr. Abdul Wahid salah satu pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) NU mengatakan bahwa pesantren selama ini seakan dianaktirikan, dahulu pun dalam perundang – undangan hanya masuk bagian keagamaan. Meski pesantren dikenal semua orang, namun dipahami keliru.
Ia gambarkan pesantren dianggap hanya seperti lembaga kursus atau lembaga yang tidak penting, tidak seperti sekolah umum.
“Padahal pesantren memiliki peran penting sejak sebelum kemerdekaan dan pasca kemerdekaan,” katanya dalam acara Halaqoh sosialisasi UU Pesantren yang diselenggarakan Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) Kabupaten Jepara di pesantren Mata Air Pecangaan, Sabtu (12/10/2019).
Di pesantren, lanjut tokoh asal Jepara itu, ada beberapa kekhasan. Pertama selain belajar ilmu husuli dimana objek dan subjek terpisah juga belajar ilmu huduri, yaitu ilmu yang menyatu antara objek dan subjek, yaitu berkah para kiai, berkah ilmu yang tidak ada di tempat lain.
“Kedua, pesantren merupakan produk khas asli Indonesia yang di negara lain tidak ada. Posisi pesantren nyaris sama dengan Harvard di Amerika atau Oxpord di Inggris, dua kampus bergengsi karena sudah lama ada,” katanya.
Menurut santri alumni pesantren Mata Air itu, Cak Nur (Nurkholis Majid) pernah mengatakan kalau Indonesia tidak dijajah Jepang atau Belanda akan menjadi model pendidikan nusantara.
“Gaya pendidikan kita adalah pesantren. Ki Hajar Dewantoro mengembangkan sistem pendidikan pesantren. Namun sayang dalam perkembangannya masyarakat menganggap pesantren itu aneh dan pesimis,” lanjutnya.
Yang menjadikan sistem pendidikan menjadi sekuler, menurut Abdul Wahid karena ada proses politik dan pertarungan kepentingan di tingkat nasional. Sehingga menjadikan pesantren seakan kolot dan tidak menasional, hanya ada di kampung.
Ketiga berkaitan dengan regulasi undang-undang yang menganggap pesantren masih bagian dari pendidikan nasional in sich. Padahal dunia pesantren tidaklah demikian.
“Kemudian ketika Jokowi menjadi presiden, memutuskan agar RUU Pesantren jalan dan didorong agar menjadi UU, dan akhirnya disahkan DPR September kemarin,” paparnya.
Pesantren adalah rumah kecilnya bagi NU, sedangkan NU adalah rumah besarnya pesantren, katanya. “Maka tidak boleh sekedar diakui negara, tapi juga harus ada regulasi atau payung hukum yang jelas. Maka dirancanglah UU Pesantren ini.” pungkasnya di hadapan ratusan wakil pesantren se-Jepara itu. (mas)