
Wonsobo, 5NEWS.CO.ID- Di balik indah nan asrinya kota Wonosobo, ternyata ada cerita kelam di sana. Perdagangan orang masih menjadi ancaman bagi banyak warga wilayah tersebut.
Data dari kantor Imigrasi akhir tahun 2019 menyebutkan, setidaknya ada 238 orang yang terindikasi sebagai korban perdagangan orang pada saat pengurusan paspor di imigrasi. Jumlah ini bisa berganda karena banyak yang tak terendus di balik layar.
Menyikapi hal ini, KITA Institute bersama dengan Dinas keluarga Berencana Pengendalian Penduduk dan Perlindungan Perempuan dan anak (DKBPPPA), mengadakan rakor Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Desa Jengkol tanggal 2 Februari 2021.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan pandangan semua pihak tentang pentingnya upaya pencegahan tindak pidana perdagangan Orang.
Menurut Eka Munfarida Irfiani, Direktur KITA Institute, perdagangan orang termasuk 3 kejahatan terbesar setelah narkoba. Dan yang menjadi korban kebanyakan orang desa yang terjerat kebutuhan.
Ada banyak modus yang dilancarkan para pelaku perdagangan orang untuk mendapatkan korban, mulai dari penipuan, bujuk rayu, pengantin pesanan, jeratan hutang, adopsi anak, hingga penculikan. Korbannya, tak hanya orang dewasa dan anak-anak, bahkan bayi pun tak luput dari praktik perdagangan orang.
“Untuk mencegah perdagangan orang, khususnya untuk anak-anak perlu dibangun kebersamaan ditingkat desa,” ujar Eka.
Menurut kabid perlindungan perempuan dan anak DPPKBPPA, Erna Yuniawati, desa adalah benteng pertama pencegahan perdagangan orang.
“Salah satu cara pencegahan perdagangan anak adalah dengan membangun desa layak anak,” kata Erna.
Bentuk perdagangan orang saat ini, lebih lanjut dijelaskan, bukan lagi diperdagangkan ke luar negeri. Tapi pada praktek eksploitasi di sekitar kita. Dan di masa pandemi ini, perdagangan orang berkembang ke dalam bentuk pelecehan seksual online. (Muh)