
Surabaya, 5NEWS.CO.ID,- Kasus kematian akibat infeksi virus corona (Covid-19) di Provinsi Jawa Timur (Jatim) kian meningkat. Jumlahnya bahkan melebihi angka pasien meninggal dunia di Ibukota, DKI Jakarta.
Di provinsi yang dipimpin Khofifah Indra Parawansa ini, tercatat ada penambahan 245 kasus baru. Hal ini mengacu pada data nasional per Selasa 16 Juni 2020 pukul 12.00 WIB. Sekali lagi, belum ada kabar baik dari provinsi Jawa Timur.
Pakar epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Windhu Purnomo mengungkap beberapa faktor yang menyebabkan angka kematian di Jatim berjumlah lebih banyak dibanding provinsi lainnya.
Faktor pertama, yakni tingginya jumlah pasien positif Covid-19 yang berasal dari kategori risiko tinggi, yakni pasien lansia, pasien balita dan pasien yang memiliki penyakit bawaan lainnya atau komorbid.
“Satu kemungkinan memang proporsi (pasien risiko tinggi) di Jatim tertinggi dibanding provinsi lain. Jadi proporsi yang positif Covid-19 (yang meninggal) adalah mereka yang lansia plus yang punya komorbid dan anak-anak,” kata Windhu, kepada salah satu media nasional, Sabtu (13/06/20).
Sayangnya Windhu tak memberikan data detail terkait berapa pasien positif Covid-19 yang meninggal, dari kelompok usia rentan dan memiliki penyakit sertaan.
Faktor yang kedua, kata Windhu adalah kapasitas bed isolasi rumah sakit yang tidak sebanding dengan pertambahan pasien terkonfirmasi Covid-19. Rumah sakit di Jatim, terutama Kota Surabaya disebut telah over capacity.
“Kedua hilir yang tidak siap. hilir itu rumah sakit. Artinya perawatan tidak optimum karena memang kenyataannya bed di rumah sakit rujukan itu over capacity,” katanya.
Ia menuturkan, karena kapasitas yang penuh, tak jarang pasien bergejala sedang ataupun berat tidak bisa lagi tertampung dan dirawat di rumah sakit rujukan.
“Contoh ada 20 pasien positif (corona) gejala sedang dan berat tapi tidak bisa masuk rumah sakit. Lah berarti kan 20 orang ini risiko tinggi meninggal,” ucapnya.
Windhu mengatakan, sejumlah rumah sakit di Jatim khusunya Surabaya mengalami kelebihan kapasitas, lantaran angka pertambahan pasien positif juga sangat tinggi tapi tidak dibarengi dengan kesiapan fasilitas yang memadai.
“Jadi artinya penularan di Jatim terutama Surabaya terlalu tinggi karena tidak semua pasien tertampung. Itu yang menyebabkan besarnya kematian,” ujarnya.
Idealnya, kata Windhu, setiap rumah sakit rujukan haruslah menyediakan bed isolasi yang jumlahnya lebih banyak dari pasien yang diperkirakan.
“Harusnya persediannya 1,2 persen. Jadi kalau yang akan dirawat 100 bednya harus 120. Lah ini tidak, yang dirawat 100 tapi yang dipunya punya 80 persen dari itu. Artinya tidak akan cukup,” katanya. (mra)