
Jakarta, 5NEWS.CO.ID,- Republik Indonesia (RI) terancam kalah dari gugatan terkait larangan ekspor bijih nikel di World Trade Organization (WTO). Jika, nantinya RI memang kalah pastinya dampak yang ditimbulkan tidak hanya dirasakan negara kita ini saja, melainkan pasar global juga terimbas.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono masih menunggu hasil akhir dari sengketa larangan ekspor bijih nikel Indonesia yang masih berproses.
“Saat ini masih berproses di panel sengketa awal dan belum kelar. Prosesnya masih panjang sekali, Pemerintah akan upayakan yang terbaik dan maksimal untuk amankan agenda strategis nasional,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perjanjian Internasional, Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono dikutip dari Kontan co id, pada Minggu (11/9/2022).
Sejak pelarangan pada tahun 2020, volume dan nilai ekspor bijih nikel mencapai titik 0. Padahal tahun sebelumnya, ekspor bijih nikel nilainya mencapai tepatnya US$1.09 miliar atau Rp16,35 triliun. Sementara volumenya mencapai 32,38 miliar ton.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat mengatakan untuk tidak perlu takut menyetop ekspor nikel.
“Nggak perlu takut stop ekspor nikel. Dibawa ke WTO nggak apa-apa, dan kelihatannya kita juga kalah di WTO. Nggak apa-apa, tapi barangnya sudah jadi dulu, industrinya sudah jadi. Nggak apa-apa, kenapa kita harus takut? Kalau dibawa ke WTO kalah. Kalah nggak apa-apa, syukur bisa menang,” tutur Jokowi di acara ‘Sarasehan 100 Ekonom’ oleh INDEF dan CNBC Indonesia, pada Rabu (7/9/2022).
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, apabila RI kalah di WTO konsekuensinya paling tidak harus membayar kompensasi kepada pihak yang memenangkan gugatan dengan nilai yang tidak kecil.
Selain kompensasi, implementasi hasil gugatan WTO berkorelasi dengan dibukanya kembali keran ekspor bijih nikel ke perusahaan di eropa.
Namun dibalik itu dikhawatirkan ada dampak yang lebih besar jika sampai Indonesia kembali mengekspor kembali bijih nikel. Minat investor untuk menanamkan modal dalam pembangunan smelter pemurnian nikel bisa saja pupus.
Bhima juga menambahkan, mungkin dampak lainnya yakni tersendatnya perkembangan ekosistem kendaraan listrik di RI dan masih ada yang lainnya. (hus)