AJI: Ujian Berat Demi Komitmen Moral Jurnalis

Suasana kegiatan UKJ AJI di Semarang (22/02)

Semarang, 5NEWS.CO.ID, – Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia di Kota Semarang pada 22 hingga 23 Februari 2020 dilaksanakan dengan beragam materi ujian. Tak hanya menguji pemahaman, teori dan etika profesi, namun juga komitmen moral jurnalis.

“Dari materi sendiri, UKJ punya 20 item, tak  bisa diujikan sehari semalam terus selesai begitu saja,” kata dewan peguji UKJ AJI  Indonesia, Jajang Jamaludin, Sabtu  (22/02/20).

Jajang juga mengatakan, jumlah materi ujian kompetensi AJI ini lebih banyak dari standar biasa yang diujikan. Materi itu tak hanya menguji pemahaman, keterampilan, dan pengetahuan semata, namun juga hal-hal baru sesuai pengalaman penguji dan peserta.

Dia menegaskan UKJ yang digelar AJI bukan semata-mata mengukur lulus atau tidak, namun kelayakan seorang jurnalis kompeten sesuai tingkatan. Ia menjelaskan satu kelebihan UKJ AJI tentang disiplin waktu dalam menjalankan ujian secara teori maupun praktek.

“Selain itu UKJ tak memberikan toleransi bagi yang tak mampu menyelesaikan tugas,” kata Jajang menambahkan.

UKJ AJI yang digelar di Semarang ini diikuti oleh 30 peserta dan tidak hanya diikuti oleh peserta asal Semarang saja, kegiatan yang dilaksanakan di seuah hotel yangterletak di Jl. Agus Salim itu juga diikuti oleh peserta asal Jawa Timur, NTT dan Sulawesi.

Ketua Bidang Pendidikan AJI Indonesia, Dendy Koswaraputra menjelaskan bahwa anggota AJI tidak berhenti di ujian kompetensi, namun juga untuk menhadapi tantangan ke depan tentangruang kebebasan dan berekspresi.

“Dalam kontek kekinian booming informasi melalui media sosial menjadi tantangan bagi jurnalis dalam menjalankan profesinya,” kata Dandy.

Menurut dia, tingginya pengguna media sosial di Indonesia kadang menyesatkan jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik. Tak jarang redaksi merencanakan sajian berita mengacu sesuatu yang viral di media sosial. Hal itu menjadikan keberadaan media online di Indonesia yang mencapai 43 ribu justru banyak memberikan informasi tidak akurat, cenderung dangkal serta  banyak pemberitaan keluar konteks.

“Ini ironis, media baru atau media online menjadikan media sosial sebagai sumber berita media maenstream dengan dalih sesuatu yang viral dan menjadi bacaan publik,” katanya. (mra)