
Pati, 5NEWS.CO.ID, – Isu soal penghapusan sistem kelas rawat inap di BPJS Kesehatan kini mulai mencuat dan banyak dibicarakan. Pasalnya wacana tersebut dinilai berpengaruh pada pelayanannya.
Menanggapi hal itu, Kepala BPJS KC Pati Wahyu Giyanto mengatakan saat ini banyak wacana terkait pemerintah sedang menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Menanggapi adanya kekhawatiran dari masyarakat terkait pelayanan jika standar ini sudah diberlakukan, Wahyu menepis stigma negatif tersebut.
“Kalo dalam pelayanan tidak berpengaruh. Kalau semua terapi di kedokteran itu ada regulasi atau protokol standar untuk penyakit tertentu. Termasuk obat-obatan dan perawatan,” katanya saat ditemui di Kantor BPJS KC Pati, Rabu (21/6/2023).
Pihaknya menyebut bahwa kebijakan ini dimunculkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan tujuan memberikan sebuah standar pelayanan bagi peserta dan pelayanan medisnya.
“KRIS dimunculkan oleh Kemenkes tujuannya untuk memberikan sebuah standar pelayanan bagi seluruh peserta JKN dan pelayanan medis,” tuturnya.
“Sehingga atas hal itu tidak mengenal lagi kelas rawat 1, 2,3,maupun VIP,” sambungnya.
Wacana ini sendiri diketahui muncul di publik dari tahun 2022 lalu. Yang mana dalam perencanaannya akan dilaksanakan di awal tahun atau Januari 2023.
Meskipun demikian, pihak BPJS Kesehatan menjelaskan jika pada saat ini beberapa persiapan belum menemui titik final.
“Jadi pihak Kementerian Kesehatan, pihak BPJS, pihak rumah sakit sedang mencari titik temu,” ujarnya.
Saat disinggung terkait kapan diberlakukannya kebijakan ini, pihaknya mengaku tidak mengetahui pasti kapan akan diterapkan lantaran ini ranahnya Kemenkes.
Meskipun demikian pihak BPJS mengaku siap kapan saja menerapkan kebijakan tersebut jika diberlakukan. Namun hal itu juga berpengaruh terhadap regulasi Rumah Sakit (RS) yang berakhir perombakan atau renovasi struktural.
“Sehingga untuk sampai saat masih tetap menggunakan regulasi sebelumnya yakni kelas 1, 2, 3,” imbuhnya.
Berdasarkan informasi per Januari, kebijakan ini dinyatakan belum final dan belum siap. Dirinya juga memperkirakan kemungkinan masa persiapan yang akan diperpanjang.
Diketahui standar ini masih belum berlaku hingga saat ini, lantaran sejumlah pihak seperti Kemenkes dan BPJS Kesehatan masih mempertimbangkan beberapa faktor.
“Ada faktor-faktor dari peserta yang harus kita pertimbangkan. Harus dicari jalan tengahnya,” ucapnya.
“Jangan sampai gara-gara penetapan standarisasi, pelayanan di RS bagi masyarakat Indonesia akan menurun yang tadinya sudah 90 persen menjadi drop ke 50 persen,” tutupnya. (hus)