
Pati, 5NEWS.CO.ID,- Pemberlakuan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang akan ditetapkan oleh pemerintah pusat nantinya dinilai sangat memberatkan. Hal ini lantaran untuk aturan yang dibuat akan menjadi beban bagi para nelayan.
Koordinator Front Nelayan Bersatu Pati, Siswo Purnomo mengatakan penerapan PIT itu berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2023 berbasis pembatasan kuota dan zonasi.
Menurutnya, pembatasan itu baik, namun dengan pembatasan sistem kuota ini dianggap belum familiar, sehingga hal itu perlu didiskusikan lagi.
“Kami memang mendukung, cuma caranya saja yang perlu didiskusikan, karena program KKP itu berkaitan dengan kuota bahwa penangkapan ikan pada setiap tahunnya akan dibatasi,” kata Siswo saat ditanya awak media, Jumat (5/5/2023).
Dia mengatakan, bahwa soal zona ada 2 hal, yaitu mengenai kapal pengangkut dan pelabuhan pangkalan.
Padahal, kapal pengangkut semisal melakukan aktivitasnya di Papua, harus didaratkan serta dijual di lokasi. Tidak diperbolehkan dibawa pulang ke Juwana.
“Apabila menangkap ikan di Papua maka harus di Papua terus, kalau di Natuna maka di Natuna terus, tidak boleh pulang lagi, karena ikan yang diperoleh akan didaratkan dan dijual disana, jadi itu sangat membebani kami, padahal belum tentu untuk pemasaran ikan, dan infrastrukturnya disana siap,” ujarnya.
Diketahui untuk zona yang akan ditetapkan dinilai sangat memberatkan bagi para nelayan. Sebab para nelayan nantinya tidak bisa pulang atau menjual ikan di pelabuhan pangkalan.
“Kami sangat keberatan dengan aturan yang dibuat, termasuk soal kapal-kapal nelayan yang tidak boleh lagi alih muatan di laut, Nelayan ini kan tidak lari ke luar negeri, dan kapal-kapal ini juga hanya didaratkan di dalam negeri, jadi tidak seharusnya dibuat aturan yang memberatkan nelayan,” kesalnya.
PP No. 11 ini, lanjut Siswo, untuk aturan teknisnya belum selesai, dan saat ini sedang dibahas, namun KKP sudah seperti mendahului, sementara untuk perijinan kapal baru sudah ditutup, sehingga itu akan jadi masalah.
“Kami meminta agar Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) antara 712 dan 713 dalam aktivitasnya berdampingan,” tuntutnya.
Tak hanya itu dirinya juga menambahkan bahwa yang jadi kendala lagi adalah denda administrasi yang terlalu tinggi sampai 1000% perkaliannya.
Hingga penghentian perizinan, juga sangat memberatkan dan tidak memihak terhadap para nelayan.
“Kita akan gelar aksi, agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah khususnya KKP berpihak pada nelayan dalam negeri,” cetusnya.
“Karena yang menjadi kekhawatiran adanya pemodal asing yang membeli kuota, sehingga untuk para nelayan lokal tidak akan mendapatkan lagi,” tandasnya. (hus)