Air Sulit Akibat Kemarau, Harga Cabai dan Tomat di Pasar Meroket

ANTARA FOTO/Septianda Perdana/Rei/pd/15.

Pati, 5NEWS.CO.ID,- Kekeringan akibat kemarau panjang di Jawa Tengah berdampak pada meroketnya harga barang hasil pertanian, termasuk tomat dan cabai. Kesulitan air dan kondisi cuaca menyebabkan tanaman rawan penyakit serta produksi menurun tajam. Akibatnya harga tomat dan cabai di pasar tradisional melonjak tajam.

Berdasarkan pantauan 5NEWS.CO.ID, Senin (15/7/2019) pagi, harga jual eceran cabai merah di Pasar Puri, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mencapai Rp. 40.000,- per kilogram. Sementara cabai rawit masih di kisaran harga Rp. 35.000,- per kg. Adapun tomat yang biasanya dijual sekitar harga Rp. 5.000,- sekarang naik hampir dua kali lipat di harga Rp. 8.000,- sampai dengan Rp. 9.000,- per kilogram.

Baca Juga:

“Naik terus dalam satu bulan ini. Sebelum naik jualnya lima belas ribu per kilo. Kalau tomat naik dua sampai tiga ribu sekilonya,” ujar pedagang sayur yang akrab dipanggil Bu Tun (60), Senin (15/7) pagi.

Senada, pedagang lain bernama Rusmini (45) juga mengatakan harga cabai dan tomat mengalami kenaikan cukup tajam. Dia menganggap, kenaikan harga sayuran ini akibat dari kemarau yang mulai melanda beberapa daerah penghasil sayuran tersebut.

Sementara itu, petani cabai di Kabupaten Temanggung menyatakan senang dan bersyukur dengan kenaikan harga ini. Mereka mengaku sebelumnya harga cabai sempat anjlok dan mereka tidak dapat menikmati keuntungan.

Sunadi (45), petani cabai di Kledung, Kab. Temanggung menyatakan senang dengan kenaikan harga cabai meskipun produksinya menurun. Dia menyebut para petani cabai dapat menikmati hasil panen walaupun hasilnya tidak sebanyak saat menanam pada musim hujan.

Lain halnya dengan petani cabai di Kandangan, Temanggung. Mereka terpaksa beralih tanaman dari cabai ke palawija karena cabai hanya menghasilkan 5-10 kilogram per hektare akibat iklim cuaca dan suliinya air di musim kemarau.

Sementara itu, petani di daerah penghasil cabai seperti Desa Cekatakan dan Desa Gunungsari, Kec. Pulosari, Kab. Pemalang memilih tidak menanam dan meninggalkan ladang lantaran kesulitan air yang membuat lahan sulit ditanami. Para pemuda desa itu memilih merantau dan mencari pekerjaan di luar daerah selama musim kemarau.

“Saat kemarau dan ladang tidak dapat ditanami lagi, warga di sini terutama yang muda memilih merantau untuk kerja di luar,” ujar Sukarmin (60) petani di Desa Cekatakan, Kecamatan Pulosari, Pemalang.(hsn)