Jakarta, 5News
Wakil Sekretaris Komisi Kerukunan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Abdul Moqsith Ghazali berharap media massa khususnya televisi untuk tidak memberi panggung kepada ustadz-ustadz yang diduga memiliki paham, cara pandang keagamaan yang radikal. Hal ini dinyatakan Moqsith dalam siaran di Jakarta, Selasa (29/5) sore tadi.
Baca Juga: Moeldoko: BPIP Perlu Untuk Tangkal Radikalisme
“Media besar seperti televisi harus membangun kesadaran bersama untuk tidak mengajak atau melibatkan ustadz yang terafiliasi dengan paham radikal,” ujarnya.
“Media televisi harus terus menyadarkan masyarakat akan toleransi dan hidup ber-Bhinneka Tunggal Ika karena media televisi masih menjadi rangking pertama dalam memengaruhi opini publik,” tutur dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Menurutnya apabila media televisi tidak memiliki kesadaran tentang hal itu, akan memberi andil cukup besar terhadap tumbuh dan berkembangnya terorisme di Indonesia karena pengaruhnya yang masih dominan.
Baca Juga: Irma, Mahasiswi Deportan Suriah Terkait ISIS Dari Tulungagung
Menurut Moqsith, untuk menghalau propaganda radikalisme dan terorisme melalui media dengan Indonesia diuntungkan karena undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), karena radikalisme awalnya adalah ujaran kebencian.
“Begitu ada ujaran kebencian, harus ada penegakan hukum. Jangan sampai ujaran kebencian yang mengandung ideologi terorisme dibiarkan, nantinya akan berujung pada tindakan terorisme,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdatul Ulama ini.
UU ITE harus dipergunakan seefektif mungkin, terutama untuk membuat efek jera bagi orang-orang yang ingin menyebarkan ujaran kebencian di mana mana.
Baca Juga: Dianggap Dukung Terorisme, Kantor PKS Didemo Massa
Selain itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga harus dapat menghentikan pergerakan kelompok radikal di media sosial karena kalau tidak dilakukan maja akan menjadi alarm tanda bahaya bagi Indonesia.
“Tidak mudah membentengi NKRI dengan pulaunya yang sangat banyak, masyarakatnya yang beragam, sukunya yang beragam karena Indonesia ini bisa dimasuki oleh paham apa saja, mulai dari yang kanan sampai yang kiri,” pungkasnya.(sumber ANTARA/ma)