Faktor Non Agama Sering Menjadi Pemicu Konflik

Yogyakarta – 5news.co.id – Terciptanya kota toleran bermula dari pemimpinnya, ketika kepala pemerintahan dan wakilnya berpolemik maka berpotensi menyulut konflik di tengah masyarakat bawah.

Hal itu disampaikan wakil Walikota Salatiga Muh Haris ,SS, Msi. dalam seminar nasional yang diselenggarajan Pusat Studi Agama-agama (PSAA) Fakuktas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (15/1).

Seminar itu mengusung tema Seni Sebagai Ruang Perjumpaan dan Media Lintas Iman.

Kota Salatiga, lanjutnya, tiga kali mendapat penghargaan kota toleran, pada 2018 berada di urutan kedua kota toleran versi setara.

Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, ada tiga fiolosfi di kota salatiga dalam menciptakan kota toleran.

“Pertama rukun, kedua harmoni dan ketiga selamet,” katanaya di hadapan peserta seminar dari berbagai kalangan itu.

Hal lain, lanjutnya, pemerintah Salatiga selalu berusaha memberikan bimbingan dan pelayanan kepada setiap penduduk dalam melaksnakan ajaran agamanya.

“Kami pastikan semua acara keagaman yang ada di Salatiga bisa lancar dan rukun. Dan kami selaku pemerintah senantiasa hadir dalam acara keagamaan yang ada di masyarakat,” lanjutnya.

Menurutnya, justru Faktor non agama yang justru sering memicu konflik di tengah masyarakat.

“Seperti kesenjangan ekonomi, kepentinagn politik sesaat seperti sekarang yang justru tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.

Mayarakat Salatiga memahami dan menyadari bahwa toleransi dan kasih sayang adalah hal utama di tengah masyarakat yang majemuk, pungkasnya. (mas)