Minyak Goreng Mahal dan Langka di Pasaran, Ini Penyebabnya

Minyak Goreng Mahal dan Langka di Pasaran
Gambar istimewa

Minyak goreng dengan harga murah sulit ditemukan di pasaran menyusul penetapan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng pada 1 Februari 2022 lalu. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit ditetapkan Rp 11.500 per liter untuk minyak goreng curah, Rp 13.500 per liter untuk minyak goreng kemasan sederhana, dan Rp 14.000 per liter untuk minyak goreng kemasan premium.

Harga Jual Mahal

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi menyatakan stok minyak sawit kemasan cukup di pasaran. Saat melakukan blusukan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (9/3/2022)., Mendag menemukan tak satupun pedagang yang menjual minyak goreng kemasan sesuai HET, yakni Rp 14.000 per liter

“Minyak goreng, ada barangnya. Baik curah maupun kemasan. Permasalahannya hari ini, tidak ada satupun kios yang kita datangkan hari ini menjual minyak goreng sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditentukan pemerintah,” ujar Mendag seperti dikutip Kompascom, Rabu (9/3).

Berdasarkan pantauan, minyak goreng kemasan juga masih dijual di atas Rp 14.000 di sejumlah daerah. Minyak goreng sawit dengan beragam merek yang biasanya menghiasi rak display pasar modern, kini serinng kosong melompong. Sejumlah supermarket juga membatasi pembelian minyak goreng dengan satu pelanggan hanya boleh membeli seliter saja.

Penyebab

Mendag Muhammad Lutfi sempat menduga ada oknum yang bermain sehingga harga jual minyak goreng masih mahal. Menurutnya, langka dan mahalnya minyak goreng di pasaran kemungkinan disebabkan oleh penyelundupan atau kebocoran industri.   

“Akan saya tindak keduanya menurut hukum,” ujarnya.  

Mendag menjelaskan bahwa stok minyak goreng saat ini cukup bahkan melimpah yang dihasilkan dari penerapan kebijakan DMO (domestic market obligation) dan DPO (domestic price obligation). Menurut dia, saat ini terdapat stok minyak goreng sawit sebanyak 390 juta liter untuk seluruh Indonesia.

Oleh sebab itu, Mendag menduga ada oknum yang menimbun dan menjualnya ke luar negeri. Pasalnya, saat ini harga minyak sawit di pasar internasional yang lebih tinggi dibanding denga harga nasional.

“Jadi ada yang menimbun, dijual ke industri atau ada yang menyelundup ke luar negeri, ini melawan hukum,” tegas Lutfi

Pasar Gelap (Black Market)

Seorang peneliti muda Balai Penelitian Tanaman Palma Kementerian Pertanian (Balit Palma Kementan), Patrick M. Pasang, mengungkapkan bahwa produksi minyak sawit di Indonesia sangatlah melimpah.

“Jadi sebenarnya untuk produksi minyak sawit kita sebetulnya berlebih, untuk kebutuhan dalam negeri,” ujar Patrick seperti dilansir Suaracom beberapa waktu lalu.

Patrick menjelaskan, jumlah pabrik sawit di Indonesia, yang totalnya mencapai 165 yang tersebar di beberapa daerah Indonesia. Dengan demikian, menurut Patrick, penyebab dari minyak sawit langka ada di distribusi.

“Kalau masalah langka, ini terkendala distribusi. Kalau dari sisi produksi kebutuhan minyak dalam negeri, kita berlebih, dan produsen tidak ada masalah,” ungkapnya.

Pengusaha minyak kelapa sawit menduga kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng memicu pasar gelap (black market). Alexius Darmadi, Direktur Utama PT Sumi Asih, mengatakan sistem Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO) dan HET menyuburkan praktik black market. Pedagang minyak goreng dadakan ada di mana-mana.

“Saya heran kok yang dikeluarkan pengusaha sawit kok enggak ada di pasaran? Ini sudah pasti ada black market,” ujar Alexius dalam webinar Majalah Sawit Indonesia, Jumat (11/3).

Melansir CNN Indonesia, Alexius menilai bahwa penetapan HET memang memiliki tujuan baik tetapi di sisi yang lain juga membuat pedang limbung sehingga minyak goreng dalam kemasan sulit didapat. Menurut dia, kebijakan tersebut memicu holangnya minyak goreng sawit di pasaran.

Alexius juga menilai HET memicu kericuhan antara Satgas Pangan dan produsen minyak goreng yang tidak melakukan ekspor.

“Kalau dengan sistem DMO, DPO, dan HET apakah itu bisa jalan. Ini membuat kericuhan dalam kita sendiri antara Satgas Pangan dan produsen yang tidak berkaitan dengan ekspor. Tetapi apa Satgas itu tahu, bukan meremehkan, tapi sosialisasinya kan butuh waktu. Ini jadi simpul kericuhan ini semua,” bebernya.

Meskipun demikian, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga menilai penelundupan minyak sawit tidak mungkin terjadi karena aparat sudah ketat mengendalikan penyelundupan.

“Saya pribadi sudah di industri minyak goreng hampir 35 tahun, kalau dulu 1998 pada ekspor tinggi, memang banyak penyelundupan. Namun sekarang bea cukai kita sudah canggih dan tidak mungkin ada penyelundupan,” kata dia.

Mendag: Minyak Goreng Tersedia dengan Harga Terjangkau

Mendag Lutfi menjamin ketersediaan minyak goreng dengan harga terjangkau, meskipun di pasar  internasional harga minyak sawit sedang melambung tinggi.

“Harga internasional boleh setinggi mungkin, harga nasional tetap terjangkau tetap terjangkau dan tersedia,” tegas Mendag.

Pihaknya, lanjut Lutfi,  juga sedang berkoordinasi dengan Mabes Polri untuk menyelidiki penyebab kemacetan pasokan minyak goreng di luar jalur distribusi.(DBS/hsn)

Komentar