
Pati, 5News.co.id,- Suasana berbeda dirasakan masyarakat desa Raci, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, di malam minggu kemarin. Pada Sabtu (28/4/2019) selepas Isya, warga yang terdiri dari ibu-ibu, bapak-bapak, para pemuda hingga anak-anak berkumpul di halaman pabrik kaca dan etalase Sakura Glass milik Bapak Abdusy Syakur. Mereka menghadiri acara Ngaji Sulukan, sebuah kajian yang dikemas dengan musik etnik dan puisi.
KH Abdullah Umar Fayumi tampak duduk di atas panggung didampingi oleh Kiai Muhammad Aniq dan moderator Kiai Khumaidi dari Waturoyo atau yang akrab disapa Mbah Kliwon. Di belakang mereka duduk para pemusik yang menamai diri mereka Ki Ageng Qithmir. Ngaji Sulukan kali ini diberi tajuk “Ngono Yo Ngono Ning Ojo Ngono”.
Setelah dibuka oleh Mbah Kliwon, Kiai Muhammad Aniq atau Gus Aniq memberi pengantar dengan mengingatkan para hadirin mengenai keutuhan pandangan. “Ini yang sekarang mulai terkikis dari kita. Kita terpengaruh oleh ramainya berita dan giringan opini hingga tidak bisa melihat segala sesuatu secara utuh”.
Gus Aniq yang juga merangkap sebagai vokalis grup Ki Ageng Qithmir itu menjelaskan, “Setiap tokoh pasti punya kebaikan sekaligus keburukan. Tetapi ketika diberitakan keburukannya, kita tidak boleh menganggap tokoh itu sepenuhnya buruk. Buruk memang buruk, tapi tidak seburuk itu. Ngono yo ngono ning ojo ngono”.
Setelah diberi asupan rasa oleh Ki Ageng Qithmir dengan satu lagu yang berjudul “Sabda Tresna”, KH Abdullah Umar atau Gus Umar menguraikan penjelasan bahwa segala sesuatu yang baik dan benar itu tidak berarti itu bisa serta merta dilakukan. Harus melihat situasi dan kondisi serta segala faktor pendukungnya agar yang kita lakukan itu benar-benar pas. “Suatu perbuatan yang tidak melanggar ketentuan agama dan juga tidak melanggar hukum negara, itu saja belum cukup. Kita juga harus melihat adat istiadat, pandangan masyarakat mengenai perbuatan kita itu, waktu yang pas, batas kemampuan kita dan hal-hal lain. Benar memang benar, tapi tidak sepenuhnya tepat. Ngono yo ngono ning ojo ngono”, ungkap kiai muda asal Kajen itu.
Gus Umar mengambil contoh hubungan suami-istri. Istri memang wajib melayani suami selama tidak melanggar hukum agama, tetapi suami harus memahami perasaan wanita juga. Tidak semata-mata ketika itu wajib maka laki-laki boleh minta dilayani semaunya. “Segala sesuatu harus pas. Ngono yo ngono ning ojo ngono”, lanjutnya.
Pembahasan seputar tajuk itu semakin hangat dengan tanya jawab dan diimbuhi lagu-lagu garapan terbaru dari Ki Ageng Qithmir, serta pembacaan puisi oleh Ammar Abdillah dari Tayu. Masyarakat desa Raci terlihat khidmat mendengarkan uraian para pembicara serta lagu-lagu Ki Ageng Qithmir. Acara berlangsung hingga tengah malam dan ditutup dengan satu penampilan apik berisi perpaduan antara musik, puisi dan doa. (abd)