
Wonosobo, 5NEWS.CO.ID,- Indonesia memiliki aneka ragam kuliner lokal yang kaya, khas dan unik. Di tiap daerah kita bisa menemukan kekayaan kuliner lokal yang menggoyang lidah ini.
Namun sayangnya, kekayaan aneka makanan lokal ini semakin hari semakin berkurang. Generasi muda pun banyak yang mulai asing dengan kuliner lokal daerahnya sendiri. Dibutuhkan adanya kreasi dan inovasi untuk melestarikannya.
Hal ini dilakukan oleh Ibu Lilik Sri Rahayu, pegiat UMKM dusun Kawista, desa Adiwarno Kecamatan Selomerto. Ia berinovasi menciptakan tiwul instan beraneka rasa dan warna yang banyak digemari pelanggan yang tak hanya dari Wonosobo, bahkan dari luar kota dan provinsi.
“Yang pesan bukan hanya orang sini saja, orang dari Jakarta pun suka datang ke sini mau beli,” kata Lilik, Selasa (13/04/21).
Tak hanya dikonsumsi pribadi, tiwul instan Ibu Lilik ini juga selalu menjadi andalan dan kebanggaan pemerintah daerah. Lilik menuturkan, BAPPEDA Wonosobo saat ada tamu resmi dari pusat dan luar daerah hampir selalu memesan tiwul instannya sebagai sajian makanan lokal khas Wonosobo.
Ada 8 rasa tiwul instant yang disediakan Lilik, rasa ubi ungu, ubi madu, vanilla, pandan, pisang coklat, labu kuning, gula merah dan bit merah. Ditambah rasa tawar atau leye.
“Disebut tiwul instant, karena sudah tinggal disiram air, setelah mengembang baru dikukus. Ya, kayak bikin mie instan,” terang Lilik.
Untuk tiwul instan, per bungkus Lilik membanderol seharga 15 ribu rupiah. Sementara jika pesan yang sudah matang dan siap konsumsi 25 ribu rupiah. “Jadi secara ekonomi ya sangat menguntungkan, apalagi kalau jual yang matang,” akunya.
Namun meski secara ekonomi cukup menjanjikan, Lilik mengeluh permasalahannya ada pada pengeringan. Untuk memproduksi tiwul instant ini dibutuhkan sinar matahari dan tempat penjemuran yang cukup luas atau oven pengering yang cukup besar.
“Kalau cuaca terang, saya bisa bikin 25 kilogram. Tapi kalau hujan, cuma 12 kilogram saja,” keluh Lilik.
Lilik menuturkan bahwa sebenarnya penggemar tiwul instannya banyak, ia mengaku selalu kekurangan produksi, permintaan melebihi kemampuannya memproduksi tiwul instant.
Di kampungnya sendiri, tadinya ada 4 orang yang memproduksi tiwul instant yang sekarang sisa 2 orang. Tapi ia tak berani mengambil tiwul instant orang lain karena standar kualitasnya berbeda.
Sejarah Lilik membuat tiwul instant sendiri cukup unik. Awalnya pada 2009, ia mengikuti pelatihan Koperasi UMKM Jawa Tengah yang diadakan Balai Latihan Kerja Wonosobo untuk pembuatan tepung mocaf.
Tapi ketika pegiat UMKM nya sudah bisa produksi, malah tidak bisa menjualnya. BLK hanya membantu di proses pembuatan, tidak sampai pemasaran.
“Trus saya mikir apa yang bisa diproduksi dengan mocaf ini? Untuk gorengan dan kue masih kalah dengan terigu. Harus nyari yang bahannya hanya mocaf ini,” ujarnya.
Karena tiwul bahannya 100% singkong tak bisa diganti bahan lain dipilihlah tiwul. Tadinya tiwul mengggunakan gaplek biasa, tapi hasilnya bau singkong masih terasa. Sedang dengan mocaf, kualitas lebih bagus dan aroma tak terasa, dibuat rasa-rasa lain masuk.
“Tepungnya tepung lebih lembut, lebih menul-menul kalau pakai mocaf,” kata Lilik. (Muh)