WHO: Pandemi Memburuk, Tidak Ada Lagi Kembali ke Normal Lama

WHO: Pandemi Memburuk, Tidak Ada Lagi Kembali ke Normal Lama

Jenewa, 5NEWS.CO.ID,- World Health Organization (WHO) menegaskan tidak akan ada lagi ‘kembali ke normal lama’ setelah pandemi virus corona. Organisasi Kesehatan Dunia itu menilai lamanya masa pandemi COVID-19 dikarenakan banyak pemerintah yang salah langkah dan tidak tegas dalam menangani pandemi.

Direktur Jenderal WHO, dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan lonjakan jumlah kasus terjadi di banyak negara belakangan ini. Ia juga menyinggung ketegangan yang terjadi antara Presiden AS Donald Trump dengan para pakar kesehatan yang diiringi dengan peningkatan jumlah kasus di negara itu.

“Terlalu banyak negara menempuh arah yang salah. Jumlah kasus mengalami peningkatan di wilayah yang tidak menerapkan langkah-langkah yang sudah terbukti efektif,” kata dr. Tedros saat berbicara dalam rapat virtual WHO di Jenewa, Senin (13/7/2020).

Amerika Serikat, kata dia, menjadi pusat episentrum pandemi dengan angka 3,3 juta kasus COVID-19 dengan angka kematian lebih dari 135.000 jiwa. Ia menilai pesan simpang siur dari pemerintah telah mengurangi kepercayaan publik dalam menyikapi wabah.

“Masyarakat seharusnya menjadikan virus (corona) sebagai musuh nomor satu, namun tindakan pemerintah dan warganya banyak yang tidak mencerminkan hal itu,” tuturnya.

Dr. Tedros memperingatkan bahwa tidak akan ada lagi istilah ‘kembali ke normal lama’. Ia menekankan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, mencuci tangan dan memakai masker perlu ditanggapi secara serius. Menurut dia, jika dasar-dasar penanganan pandemi tidak diikuti, wabah COVID-19 akan menyebar serta manjadikan keadaan menjadi lebih buruk.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Kedaruratan WHO, dr. Mike Ryan mengungkapkan tidak ada gambaran yang pasti tentang obat atau vaksin yang efektif menyembuhkan COVID-19. Ia bahkan menilai harapan tentang hal itu (obat dan vaksin virus corona) bisa diproduksi dalam waktu dekat adalah tidak realistis.

“Kita perlu belajar untuk hidup dengan virus ini,” kata dia.

Tenaga ahli WHO itu juga mengungkapkan sebuah hasil penelitian di King’s College, London, membuktikan bahwa efek vaksin maupun obat yang diyakini mampu memulihkan pasien terinfeksi COVID-19 tidak memiliki kekebalan yang mampu bertahan lama.

Meskipun hampir seluruh pasien yang menjadi obyek penelitian itu memiliki antibodi cukup hingga mampu mengalahkan virus SARS-CoV-2 di tubuhnya. Namun, menurut penelitian, kekuatan antibodi masing-masing pasien tersebut mulai menunjukkan penurunan dalam kurun waktu tiga bulan.

Dalam rapat itu, para pakar kesehatan juga mengungkapkan sejumlah bukti yang menunjukkan anak-anak usia 10 tahun ke bawah memiliki daya tahan yang lebih kuat dibanding dengan anak-anak usia 10 tahun ke atas.

Menurut mereka, anak usia di bawah 10 tahun hanya menunjukkan sedikit gejala saat terpengaruh oleh paparan virus corona. Sementara anak-anak dengan usia 10 tahun ke atas, hanya menunjukkan gejala ringan saat terpapar virus corona.(hsn)