
Solo, 5NEWS.CO.ID,- Aksi kekerasan acara Midodareni di Mertodranan, Pasar Kliwon, Surakarta menyebabkan para korban cacat seumur hidup. Selain luka fisik, kebrutalan kaum intoleran itu juga menyebabkan trauma psikologis yang cukup berat. Luka menganga tampak di kepala Habib Umar Assegaf yang tak kunjung sembuh hingga sekarang.
Habib Umar Assegaf dan korban lainnya hingga kini masih menjalani pengobatan. Luka sepanjang 10 sentimeter tampak menganga di bagian kiri kepalanya. Ia mengeluh sering merasa pusing dan trauma berupa kegelisahan dan ketakutan yang cukup berat.
“Jahitan di kepala di dua tempat, (masing-masing) 10 cm dan 5 cm. Dagingnya dikelupas sampai tengkorak. Kata dokter ini (memerlukan) jangka panjang,” tutur Habib Umar Assegaf saat ditemui 5NEWS.CO.ID di rumahnya, Jumat (25/9/2020) sore.
“Dokter bilang saya gegar otak. Tangan gemetaran, pusing-pusing. Saya juga sulit tidur. Kaki saya masih terasa sakit karena diinjak-injak saat jatuh ketindihan sepeda motor” ungkapnya.
Dokter menyarankan Habib Umar beristirahat dan tidak melakukan aktivitas selama masa pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama. Korban juga mengeluh lantaran tidak dapat bekerja memenuhi kebutuhan keluarganya.
Aksi persekusi itu juga menyisakan dampak psikis berupa trauma yang cukup berat. Habib Umar mengaku sering teringat kejadian yang membuatnya merasa gelisah dan ketakutan. Menurutnya, efek trauma itu juga dirasakan oleh seluruh anggota keluarganya.
“Anak istri saya sampai sekarang merasa takut dan was-was saat ke luar rumah,” katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Habib Husin Abdullah Assegaf, adiknya. Dia mengaku menderita vertigo setelah aksi kekerasan tersebut. Berdasarkan hasil CT Scan, dokter mengatakan ia mengalami gegar otak dan pembengkakan syaraf di bagian kepala.
“Menurut perawatnya, di kepala saya ada lebih dari 30 jahitan,” ujar dia.
Rasa gelisah, was-was dan kekhawatiran juga menghantui pikirannya. Hal itu, kata dia, membuatnya tak mampu beraktivitas secara normal.
Para korban menyatakan telah menyampaikan laporan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Saat dihubungi, pihak LPSK menyatakan sedang mempelajari laporan tersebut.(hsn)