
Jakarta, 5NEWS.CO.ID,-Hakim konstitusi sebenarnya dapat dengan mudah mengakhiri polemik perubahan permohonan Prabowo-Sandi. Belakangan perubahan permohonan dari pihak Prabowo-Sandi itu dipermasalahkan oleh KPU dan pihak Jokowi-Ma’ruf dan berkembang menjadi polemik.
“Sebenarnya majelis hakim konstitusi bisa menggunakan kewenangannya untuk mengakhiri polemik itu,” kata Pengamat hukum tata negara dari Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Minggu (16/6/2019).
Polemik yang sedang berkembang itu dengan mudah dapat diakhiri jika majelis hakim MK menetapkan permohonan mana yang yang harus dibacakan. Menurut Bayu, permohonan yang dibacakan seharusnya hanya permohonan yang sudah teregistrasi.
“Permohonan yang dibacakan haruslah permohonan yang diregistrasi oleh MK. Hakim memiliki wewenang untuk menghentikan pembacaan permohonan, bila yang dibacakan itu bukan pemohonan yang teregistrasi. Itu jalan tengahnya,” tutur dia.
Tim hukum Prabowo-Sandi menyerahkan permohonan pertama kali pada tanggal 24 Mei. Kemudian pada tanggal 10 Juni, mereka kembali mendatangi MK untuk menyerahkan perbaikan permohonan. Perbaikan permohonan pada tanggal 10 Juni itulah yang dibacakan dalam sidang pendahuluan perkara sengketa Pilpres pada Jumat (14/6).
Padahal, menurut bayu, Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018 menyebuykan bahwa perbaikan permohonan tidak berlaku dalam perkara sengketa hasil Pilpres 2019.
“Tapi kalau substansinya berubah lebih dari lima puluh persen namanya perubahan, bukan perbaikan,” ujar Bayu.
Sebelumnya, tim hukum KPU dan tim Jokowi-Ma’ruf mempertanyakan pembacaan dalil permohonan dari pihak Prabowo-Sandi. Mereka menilai pembacaan itu sudah melanggar hukum beracara di MK.
Namun, majelis hakim konstitusi tetap bersikeras mendengar seluruh pembacaan pemohon dan pernyataan semua pihak, termasuk Bawaslu, KPU dan pihak Jokowi-Ma’ruf. Akhirnya, majelis hakim konstitusi memberi pilihan kepada KPU dan tim hukum Jokowi-Ma’ruf untuk menyerahkan jawaban sesuai dengan permohonan bertanggal 24 Mei atau permohonan yang telah mengalami perbaikan bertanggal 10 Juni.
Sidang perdana gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi dimulai pada Jumat tanggal 14 Juni 2019 lalu. Dalam gugatannya, tim hukum Prabowo-Sandi menganggap calon presiden petahana melakukan penyalahgunaan kekuasaan hingga terjadi kecurangan pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis da masif (TSM).
Ketua tim Bambang Widjojanto menyebut kecurangan itu dilakukan melalui sejumlah kebijakan yang ditetapkan menjelang pemungutan suara. Untuk itu, dalam pembacaan permohonannya, Bambang menyatakan penetapan rekapitulasi hasil penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sah menurut hukum. Menurut dia, penetapan tersebut dilakukan melalui cara-cara yang tidak benar dan melawan hukum.
Tim kuasa hukum Prabowo Sandi mengklaim menangkan Pemilu 2019 dengan sebesar 68.650.239 atau 52 {87a6ba9263d977182cf0a134e761ac1c7030e18f2a2187e1929c78f85c4b9bec}, sementara pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin 63.573.169 atau 48 {87a6ba9263d977182cf0a134e761ac1c7030e18f2a2187e1929c78f85c4b9bec} dalam sidang perdana di MK.(ANTARA/hsn)