Sidang Vonis Kasus Kekerasan Midodareni Solo Digelar Besok

Sidang Vonis Kasus Kekerasan Midodareni Solo Digelar Besok
Gambar ilustrasi

Semarang, 5NEWS.CO.ID,- Vonis bagi para terdakwa pelaku kekerasan acara doa nikah Midodareni Solo akan dibacakan pada hari Kamis (4/2/2021) besok di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Dalam sidang putusan, majelis hakim akan mengadili terdakwa atas perbuatan yang menyebabkan tiga korban luka-luka dan sejumlah kendaraan rusak.

Kepala PN Semarang melalui Humas Eko Budi Supriyanto mengatakan bahwa sidang vonis dijadwalkan pada hari Kamis tanggal 4 Februari 2021 besok. Meski demikian, Eko tidak merinci waktu dan ruang sidang.

“Rencana putusan besok pagi, Kamis tanggal 4 Februari 2021,” ungkap Eko saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Rabu (3/2/2021) pagi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa para pelaku dengan pasal berlapis lantaran telah melakukan tindak kekerasan di muka umum. Yang pertama yaitu pasal 170 ayat 1 KUHP yang berbunyi, “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”.

Kedua, pasal 160 KUHP yang berbunyi, ”Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”.

Ketiga, para pelaku juga didakwa melanggar pasal 406 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang berbunyi, ”Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”.

Atau keempat, yaitu pasal 335 ayat 1 ke-1 KUHP yang berbunyi, ”Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1. barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”.

Dalam tuntutanya, JPU kemudian mengajukan tuntutan 1-2 tahun penjara kepada hakim. Lama hukuman berbeda bagi masing-masing terdakwa. Terdakwa Tri Hartono, Mochammad Syakir, Muhamad Misran, Wahyudin, Arif Nugroho, Maryanto, Sutanto dan Muhamad Lazmudin dituntut hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan.

Sementara terdakwa Budidoyo dan Sugiyanto dituntut penjara selama 2 tahun penjara. Dua terdakwa lainnya, yaitu Surono dan Agus Nugroho, masing-masing dituntut hukuman 1 tahun 3 bulan penjara.

Dalam sidang pembelaan, penasehat hukum meminta hakim membebaskan kliennya dari semua tuntutan. Penasehat hukum menyatakan para terdakwa tidak mengakui perbuatannya sebagaimana yang dijelaskan oleh penuntut umum. Pembela juga sempat mengajukan eksepsi lantaran menganggap materi sidang tidak sesuai dengan kejadian yang sebenarnya.

Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum korban Ary B Soenardi S.H., meminta agar semua pihak menghargai kerja keras aparat. Kuasa hukum menyebut, kerja keras pihak kepolisian maupun jaksa dalam menangani kasus ini harus dijadikan pertimbangan dalam mencari keadilan.

Kuasa hukum korban, menyatakan para korban sudah menyampaikan kesaksiannya dalam persidangan. Kesaksian korban itu, kata Ary, merupakan pembuktian bahwa para terdakwa melakukan tindak kekerasan. Menurut Ary, persidangan kasus ini menunjukkan bahwa ada bukti permulaan yang mengindikasikan para korban mengalami kerugian akibat perbuatan orang lain. Orang yang diduga melakukan perbuatan itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan terdakwa. (hsn)