Ratusan Pelajar SMA Jepara Hamil Diluar Nikah, Ajukan Permohonan Dispensasi

Jepara, 5NEWS.CO.ID,- Ratusan siswa SMA di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah mengajukan permohonan dispensasi nikah selama periode Januari-Juni 2020. Pasalnya sebanyak 240 pelajar SMA kedapatan hamil diluar nikah.

Ritual pernikahan merupakan jalan satu-satunya untuk menutupi kasus tersebut. Fakta itu terkuak tatkala para orangtua siswa menghadiri proses sidang dispensasi nikah di kantor Pengadilan Agama Jepara.

Menurut Ketua Panitera Pengadilan Agama Jepara Taskiyaturobihah bahwa sehari ada 14-20 pemohon dispensasi nikah perkara.

“Jumlahnya setiap hari naik terus. Pas Januari kemarin aja bisa sampai 50 pengajuan dispensasi nikah. Dan sampai dengan bulan Juni 2020. Kalau di total sudah ada 240 pengajuan dispensasi nikah,” ujar Taski, Rabu (22/7) lalu.

Dia mengaku rata-rata pemohon dispensasi nikah berasal dari siswa kelas dua SMA. Usia mereka kebanyakan masih 16 tahun. Sehingga hal itu membuat hakim memutuskan perkara di posisi yang dilematis mengingat usianya masih sangat muda.

Taski menjelaskan pernikahan usia dini telah merenggut kebahagiaan siswa dimana dalam notabene belum memiliki emosi yang cukup matang. Namun pada sisi lain pihaknya mau tak mau harus meloloskan permohonan dispensasi, agar anak yang akan dilahirkannya nanti punya kejelasan asal usul orangtua.

Maraknya dispensasi nikah, lantaran pengawasan orangtua di rumah cukup rendah. Beberapa siswa  mengaku telah berhubungan intim dengan pacarnya di dalam rumah ketika si orangtua sedang bekerja.

Ia meminta kepada Bupati Jepara dan instansi terkait lainnya agar gencar menyosialisasikan bahaya seks bebas di kalangan pelajar. Hal itu dilakukan guna menekan angka kehamilan diluar nikah. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan secara kontinyu di sekolahan-sekolah dan tempat umum lainnya.

Sementara Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah SMA Kabupaten Jepara, Udik Agus DW, S.Pd, M.Pd mengaku kaget membaca berita tersebut.

“Berita ini kalau saya baca sumbernya hanya berdasarkan pernyataan yang dikutip dari Ketua Panitera Pengadilan Agama (PA) Jepara, padahal sumber pembanding lebih berimbang sebenarnya banyak. Bisa pihak sekolah, praktisi pendidikan atau stake holder pendidika di Jepara,” kata Udik, Jumat (24/7) kemarin.

Ia menjelaskan siswa yang hamil dan menikah pada saat masih sekolah memang tidak bisa dipungkiri dan dalam kurun waktu enam bulan jumlahnya tidak sampai sebanyak itu.

Pihaknya berencana akan melakukan klarifikasi atas data tersebut ke Pengadilan Agama Jepara. (sari)