
Penulis: Ahmad Alif
Eks Jubir Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, sebelum ini menyebutkan ada ‘portal’ yang menghalangi Habib Rizieq Syihab pulang ke Indonesia.
“Masalahnya adalah Habib itu bukan tidak mau pulang, tapi tidak bisa pulang. Kenapa? Karena saya sering menyebutnya sebagai faktor ‘X’, kata Dahnial.
Menurut mantan ketua Pemuda Muhammadiyah itu, hanya pemerintah yang bisa menghilangkan hambatan Rizieq Shihab pulang ke Tanah Air. Dahnial sendiri tidak menyebutkan apa yang dia maksud dengan portal penghalang itu.
Dahnial menuduh soal kemungkinan kebuntuan komunikasi pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi. “Itulah yang kita harapkan dibuka pemerintah Indonesia sehingga Habib bisa kembali ke sini, bisa kembali dengan umat berdakwah,” katanya.
Tentu saja ‘ocehan’ Dahnial itu tidak berdasar dan terkesan menuduh pemerintahan Jokowi. Di samping itu, sebelumnya Dahnial adalah orang yang pertama kali mengusulkan rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo akan terjadi dengan syarat Habib Riziek bisa pulang ke Indonesia.
Jika kita menelusur lebih jauh ihwal kasus Habib Riziek hingga kabur ke Arab Saudi, bahwa pimpinan Ormas Front Pembela Islam (FPI) itu terjerat beberapa kasus hukum, dan tidak ada sangkut pautnya dengan pemerintahan Jokowi.
Meskipun demikian, ada sebagian kelompok umat Islam yang mengaitkan kasus hukum tersebut dengan framing ‘kriminalisasi ulama’ sehingga menjadi runyam permasalahan hukum yang seharusnya mudah diselesaikan itu.
Namun seperti apa sebenarnya kasus Riziek Shihab di Saudi itu? Apakah benar apa yang dituduhan Dahnial ke pemerintah?
Dubes RI untuk Arab Saudi Maftuh Maftuh Abegebriel menjelaskan apa sebetulnya ‘portal’ penghalang itu. Matfuh menjawab pertanyaan awak media mengenai pernyataan Dahnil soal ‘portal’ Riziek itu dan poin kemungkinan Riziek Shihab bisa kembali ke Petamburan.
Overstay, yaitu melebihi batas masa tinggal.
Dubes kelahiran Semarang itu mengatakan bahwa persoalan pembayaran denda ini merupakan prosedur yang lumrah bagi seseorang yang melebihi ijin tingal di suatu Negara, di Saudi disebut gharamah.
Diketahui bahwa visa yang dimiliki oleh Rizieq Shihab telah habis masa berlakunya pada pertengahan 2018, sudah telat hampir satu tahun. Rizieq Shihab harus membayar denda overstay lebih dulu sebagai syarat agar dapat kembali ke Indonesia.
“Karena overstay, cara penyelesaian ya bayar denda overstay sekitar 15 sampai dengan 30 ribu riyal. Sekitar Rp 110 juta per orang,” kata Maftuh, Rabu (10/7/2019).
Bahkan, kata Maftuh, ada puluhan WNI lainnya yang overstay di Negara Arab Kerajaan itu, sesuatu yang biasa sebenarnya, dan siapa pun harus bayar denda seperti ini.
“Pernah ada juga akademisi dari sebuah universitas lupa tidak perpanjang visa ya kena denda juga segitu. Aturan baku di Saudi begitu,” jelas Maftuh.
Visa yang diajukan Rizieq berjenis multiple entry, lanjut Miftah, artinya harus keluar dari Arab Saudi untuk memperbarui izin visanya setiap tiga bulan sekali.
Dan menurut informasi yang diterima pihak Kedubes RI, Rizieq tinggal bersama empat orang lainnya, meski belum jelas keempat orang tersebut merupakan keluarga atau hanya pendamping.
“Satu orang orang (dendanya) Rp 110 juta, kalau lima orang ya tinggal kalikan saja,” kata Maftuh.
Seperti diketahui juga, tokoh-tokoh penggerak 212, yang notabene merupakan orang-orang terdekat Rizieq Shibab sekarang ada di Saudi. Seperti Bahtiar Nasir, dan Haikal Hasan. Keduanya meninggalkan Indonesia sebelum kerusuhan 21-22 Mei di Jakarta.
Maftuh menambahkan, ada skema tidak bayar atau bisa pulang dengan gratis yaitu dengan mengikuti program ‘Amnesti Massal’ Kerajaan Arab Saudi. “Tetapi kami belum tahu kapan program amnesti ini akan dibuka oleh Kerajaan Saudi Arabia,” katanya.
Bisa Pulang Jika Tidak Tersangkut Kasus Hukum di Saudi.
Ada persoalan lain yang membuat seseorang di Saudi tidak bisa kembali ke negaranya, lanjut Maftuh. Yaitu ketika seseoang tersangkut dengan persoalan hukum.
Jadi, kata Miftah, sekalipun ada WNI overstay yang sudah membayar denda, dia tidak bisa keluar dari Saudi seandainya memiliki persoalan hukum.
“Itu pun dengan catatan tidak ada masalah hukum, baik perdata maupun pidana, di Saudi,” katanya.
Menempuh Cara Ekstrim, Deportasi
Rizieq Shihab supaya bisa cepat pulang bisa mengambil langkah ekstrim, “menangkapkan diri”, kata Miftah.
Artinya, Rizieq Shihab bisa datang ke Imigrasi agar dirinya ditangkap kemudian dideportasi. Namun, proses tersebut memakan waktu yang agak lama.
“Sebelum dideportasi, Rizieq harus mendekam selama 6 -10 bulan penjara lebih dulu. Risiko lainnya, Rizieq dilarang memasuki wilayah kerajaan Arab Saudi selama lima tahun,” katanya.
Di Saudi, Rizieq Shihab Sebar Hoaks Jelang Pilpres
Pada April 2019, sebelum Pilpres, Dubes Miftah meminta kepada Rizieq yang sedang bermukim di Mekkah untuk tidak mengotori kesucian kota tersebut dengan tudingan-tudingan yang mengarah kepada fitnah.
Saat itu, Menlu Retno melakukan kunjungan ke Saudi, Rizieq bilang Menlu sedang memobili suara WNI di Saudi untuk mendukung Jokowi.
Rizieq Shihab juga mengatakan para elite partai politik yang mengusung Paslon 01, Jokowi-Ma’ruf Amin meminta para ketua TPS di Arab Saudi untuk memudahkan pemenangan paslonnya.
“Sebagai sesama santri yang pernah mengenyam pendidikan di pesantren, saya pesankan kepada Rizieq Shihab, bahwa Kota suci Makkah dikenal sebagai kota turunnya wahyu pertama, dan kota Madinah adalah kota suci yang dikenal dengan Manba’ al-Ahadis an-Nabawiyyah as-Syarifah. Jangan kotori kesucian Makkah Madinah dengan menebar kata-kata penuh fitnah yang keji,” bantah Agus Maftuh, kala itu.
Alhasil, keinginan rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo dengan syarat kepulangan dedengkot FPI , Rizieq Shihab, itu tidaklah masuk akal. Disamping beda urusan, antara kasus hukum dan perkara dukung mendukung pada Pilpres 2019, juga sekarang ini Jokowi dan Prabowo sudah bertemu, dan sudah kembali hanyat.
Sesama tokoh nasional dan putra-putra bangsa, tak selayaknya memperpanjang perseteruan, karena Indonesia bisa hebat jika dibangun dengan persatuan dan kerukunan.