Pelaku Kekerasan Midodareni Solo Divonis Jauh Lebih Rendah dari Tuntutan, Terdakwa dan Jaksa Pikir-pikir

Gambar ilustrasi.

Semarang, 5NEWS.CO.ID,- Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang memvonis hukuman pidana rata-rata sepuluh bulan bagi para pelaku kekerasan acara doa nikah Midodareni Solo. Vonis yang dijatuhkan hakim itu jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa yakni 1 tahun enam bulan. Meski demikian, terdakwa dan jaksa menyatakan pikir-pikir.

Kepala PN Semarang melalui Humas Eko Budi Supriyanto mengatakan bahwa Majelis Hakim telah menjatuhkan vonis dalam sidang putusan yang digelar hari ini, Kamis (4/2/2021). Eko mengatakan baik jaksa maupun terdakwa menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim tersebut.

“Baik jaksa maupun terdakwa semua pikir-pikir,” kata Eko dalam keterangannya kepada 5NEWS.CO.ID, Kamis (4/2/2021) petang.

Eko menjelaskan bahwa hakim menjatuhkan vonis 10 bulan penjara. Kepada terdakwa Tri Hartono, Mochammad Syakir, Muhamad Misran, Wahyudin, Arif Nugroho, Maryanto, Sutanto dan Muhamad Lazmudin. Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan JPU 1 tahun 6 bulan.

Sementara terdakwa Budidoyo dan Sugiyanto divonis hukuman 1 tahun yang juga lebih rendah dari tuntutan jaksa, yakni 2 tahun penjara. Dua terdakwa lainnya, yaitu Surono dan Agus Nugroho, masing-masing dijatuhi vonis hakim 8 bulan dari tuntutan jaksa selama 1 tahun penjara.

Sementara itu, kuasa hukum Habib Umar Aseegaf Ary B Soenardi S.H., menilai vonis hakim itu mengecewakan. Menurut dia, institusi pengadilan masih belum sejalan dengan situasi dan kepentingan bangsa.

“Mengecewakan, institusi pengadilan ternyata masih belum sejalan dengan situasi jaman dan kepentingan bangsa,” ujar Ary saat dihubungi melalui pesan singkat.

Ary mengatakan bahwa kasus Midoderani adalah kasus intoleransi dan radikalisme pertama di Solo yang bisa di proses hukum hingga melahirkan vonis pidana. Ia menilai hal ini sebagai prestasi bagi masyarakat Solo dan juga bangsa Indonesia. Ary juga menyebut penanganan kasus ini merupakan kemenangan bagi kaum minoritas.

“Proses pidana kasus ini telah menegaskan bahwa sejak saat ini, tidak ada lagi ruang bagi para intoleran dan radikalis di negara ini,” tandasnya.

“Selanjutnya setiap tindakan intoleran dan radikalis akan di proses hukum. Masyarakat sudah saatnya berani melawan dan memproses para kaum intoleran dan radikalis itu,” kata Ary menandaskan. (hsn)