Pajak Bumi dan Bangunan di Pati Naik Hampir 10 Kali Lipat, Warga Menjerit

PBB di Pati Naik 10 Kali Lipat
Gambar SPPT PBB atas nama Mardini. Foto Istimewa

Pati, 5NEWS.CO.ID,- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, mengalami kenaikan bervariasi, beberapa diantaranya naik hampir sepuluh kali lipat. Warga menjerit saat menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB). Pasalnya, kenaikan itu diberlakukan saat warga mengalami kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

Seorang warga mengaku kaget saat menerima SPPT PBB yang menyebut pajak PBB terhutang sebesar dua juta lebih. Di tahun-tahun sebelumnya, kata dia, pajak bumi dan bangunan yang dia bayar hanya sebesar dua ratus ribuan.

“Saya kaget waktu menerima tagihan PBB sebesar dua juta lebih. Wong tahun lalu saja saya masih membayar dua ratus ribuan,” kata pemilik SPPT PBB atas nama Mardini dengan NOP 33.18.100.004.005-0019.0, Sabtu (20/2/2021) pagi.

Merasa keberatan, warga itu lalu mendatangi balai desa untuk menanyakan perihal kenaikan PBB tersebut. Menurutnya, sejumlah warga Desa Semampir, Kecamatan Pati, juga mengalami hal yang sama. Warga menyayangkan kebijakan tersebut yang diberlakukan tepat di tengah terpuruknya perekonomian sebagai dampak pandemi Covid-19.

Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Ir. Turi Atmoko, MM., menjelaskan bahwa penyesuaian pajak tersebut dikenakan bervariasi sesuai dengan luas dan lokasi obyek pajak. Menurutnya, tidak semua tanah dan bangunan di Kabupaten Pati mengalami kenaikan PBB. Turi menyebut, dasar kenaikan pajak itu berdasarkan atas penilaian ulang Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

“Penyesuaian dilakukan terhadap tanah bangunan di jalan-jalan utama dan jalan provinsi. Tidak semua,” ungkap Turi saat ditemui di kantor BPKAD Pati, Sabtu (20/2).

Turi menuturkan bahwa nilai jual tanah bangunan yang menjadi acuan PBB sebelumnya diupdate terakhir pada tahun 2011. Oleh sebab itu, perlu penyesuaian data agar nilai NJOP dapat diupdate sesuai nilai yang wajar. Dari hasil laporan tim yang terjun ke lapangan, kata dia, pihaknya hanya menaikkan sekitar 25% dari nilai jual wajar NJOP.

“Dari laporan tim yang melibatkan periset UNDIP (Universitas Diponegoro) kita enggak pakai 100 persen. Hanya dinaikkan sekitar 20-25 persen,” ujarnya.

Tuti mengatakan, batas akhir pembayaran PBB adalah akhir bulan September. Waktu yang cukup panjang itu, kata dia, bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mengumpulkan uang guna membayar PBB.(hsn)