
Pati, 5NEWS.CO.ID,- Nelayan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, turun ke jalan menggelar aksi demo di depan Gedung DPRD Kabupaten Pati, Sabtu (14/5/2022) pukul 10.00 WIB. Massa menuntut pembatalan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi yang dirasa memberatkan nelayan. Pendemo juga menuntut perubahan aturan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang membatasi daerah penangkapan ikan.
Ketua Paguyuban Nelayan Mitra Nelayan Sejahtera (MNS) Eko Budiyono menyebut nelayan pantura keberatan dengan kenaikan tarif PNBP pasca produksi. Menurut Eko, tarif 10 persen yang diberlakukan pemerintah, sangat memberatkan dan mengancam kelangsungan hidup nelayan.
“Bahwa kondisi perikanan pantura Jawa Tengah tidak dalam kondisi yang baik-baik saja,” kata Eko saat berorasi di depan massa, Sabtu (14/5).
Eko mengatakan kebijakan pemerintah terkait tarif PNBP harus dibatalkan. Pasalnya, tarif yang berlaku saat ini terlalu tinggi dan mencekik nelayan. Oleh sebab itu, nelayan menuntut agar aturan-aturan terkait PNPB tersebut dibatalkan.
“Kita minta kepada pemerintah agar aturan-aturan terkait PNPB yang mencekik leher perikanan dibatalkan,” lanjut Eko.
Dalam aksinya, massa nelayan menyampaikan enam tuntutan sebagai berikut:
- Penurunan tarif PNBP pasca produksi dari 10 persen menjadi 5 persen.
Sistem Paska Produksi (dalam PP 85 TAHUN 2021) yang memungut 10% dari nilai penjualan ikan, sangat memberatkan karena biaya operasional melaut yang tinggi.
Nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap di Kabupaten Pati saat ini resah atas rencana penerapan PP 85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk Pungutan Hasil Perikanan atas Perizinan Berusaha Penangkapan Ikan, Penarikan Pasca Produksi Kapal Penangkap Ikan berukuran di atas 60 GT dengan tarif 10% X nilai produksi ikan saat didaratkan yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2023.
Apabila PNBP Pungutan Hasil Perikanan atas Perizinan Berusaha Penangkapan Ikan Penarikan Pasca Produksi Kapal Penangkap Ikan berukuran di atas 60 GT masih diterapkan agar ada pengurangan dengan tariff menjadi 5% X nilai produksi ikan saat didaratkan.
2. Jaring hela udang berkantong dan jaring hela ikan berkantong.
Permen KP Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 26:
(1) Jaring hela udang berkantong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c angka 1 merupakan API yang bersifat aktif dan dioperasikan dengan menggunakan ukuran mata jaring kantong ≥2 (lebih dari atau sama dengan dua) inci dan panjang Tali Ris Atas ≤30 (kurang dari atau sama dengan tiga puluh) meter, dilengkapi alat pemisah penyu (turtle excluder device), dan kapal motor berukuran >30 (lebih dari tiga puluh) gross tonnage pada Jalur Penangkapan Ikan II dan Jalur Penangkapan Ikan III dengan isobat minimal 10 (sepuluh) meter di WPPNRI 718.
(2) Jaring hela ikan berkantong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c angka 2 merupakan API yang bersifat aktif, dioperasikan dengan menggunakan ukuran mata jaring kantong ≥2 (lebih dari atau sama dengan dua) inci menggunakan mata jaring berbentuk persegi (square mesh) dan Tali Ris Atas ≤60 (kurang dari atau sama dengan enam puluh) meter, dan kapal motor berukuran >30 (lebih dari tiga puluh) gross tonnagepada Jalur Penangkapan Ikan III pada zona ekonomi eksklusif Indonesia WPPNRI 571 di atas 20 (dua puluh) mil laut, zona ekonomi eksklusif Indonesia WPPNRI 572, zona ekonomi eksklusif Indonesia WPPNRI 573, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia WPPNRI 711 di atas 30 (tiga puluh) mil laut.
Dengan mengizinkan Kembali kapal buatan Asing di Indonesia serta membuka Kembali investasi asing di bidang perikanan tangkap akan berpotensi terjadinya konflik di laut dengan kapal-kapal penangkap ikan nelayan lokal, serta menurunnya hasil tangkapan ikan nelayan lokal. Agar dapat kembali pada PERPRES Nomor 44 Tahun 2016 (Perikanan Tangkap tertutup bagi Investasi Asing) dan Menolak Kapal Eks Asing maupun Asing di seluruh wilayah Republik Indonesia.
3. WPP pendamping untuk kelangsungan usaha perikanan tangkap.
Nelayan menghendaki adanya penambahan daerah penangkapan ikan yang semula 1 WPPNRI menjadi 2 WPPNRI agar dapat melaksanakan aktifitas penangkapan sepanjang tahun karena saat ini dengan 1 WPPNRI dalam satu tahun penangkapan hanya efektif 8 bulan sehingga ABK menganggur selama 4 bulan.
4. Mengijinkan kapal pengangkut untuk Kembali di WPPNRI.
Guna efisiensi penangkapan ikan agar dapat diizinkan Kembali pengangkutan ikan dari kapal penangkap ke kapal pengangkut dengan pakta integritas, baik dalam satu SIUP maupun dengan SIUP yang lain.
5. Turunkan harga BBM solar industri untuk nelayan dan pemberlakuan harga BBM solar Industri satu harga untuk seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia bagi kapal penangkap ikan.(hsn)