Muhammad Muhyidin
Telah beredar potongan video orasi Prabowo dalam reuni alumni 212 yang konon hanya ajang silaturrahmi kebangkitan Islam dan rakyat tak tahunya ajang membuncahkan kebencian pada Jokowi dan dukungan pada Prabowo.
Video itu cuplikan Prabowo tak bisa mengucapkan kata “shallallahu ‘alaihi wa sallam” secara fasih, baik, dan benar ketika ia mengajak massa untuk mengucapkan sholawat kepada baginda nabi besar Muhammad saw.
Sebagai calon presiden hasil ijtimak para ulama, sangat menyedihkan mendengar ucapan belepotan Prabowo ini. prabowo begitu amat susah lidahnya untuk mengucapkan “shallallahu ‘alaihi wa sallam” dengan baik. Keadaanya tak bisa dibandingkan dengan Jokowi yang berucap “alfatekah”.
“Alfatekah” Jokowi karena murni lidah orang Jawa. Menyalahkan lidah Jawa hanya kerjaan kampret belaka. Tetapi kesalahan Prabowo bukan persoalan lidah-nya yang tak bisa mengucapkan kalimat “shallallahu ‘alaihi wa sallam” dengan baik, melainkan karena memang ia mengucapkannya secara salah. Fatal pula.
Selain itu, bukankah Jokowi bukan calon presiden hasil ijtimak para ulama? Al-fatekah-nya tak memalukan siapa-siapa. Lha Prabowo….?
Miris. Tetapi bukan maksud untuk menjelek-jelekkan atau menguliti Prabowo karena kesilapan ucapannya jika tulisan ini dibuat. Yang miris, sesungguhnya, adalah persoalan “keseleo” lidah seperti ini, menjadi persolan besar dan dibesar-besarkan sekarang.
Di sinilah kehebatan Habib Rizieq dan FPI-nya. Tentu, kredit khusus diberikan spesial untuk Buni Yani juga. Gara-gara manusia yang satu ini—Buni Yani—soal keseleo lidah menjadi topik utama.
Istilah “kriminalisasi ulama”, “anti-Islam”, “rejim penista”, “bela Islam,” “bela ulama”, lalu berhamburan. Dan betapa mudah dilisankan. Orang-orang yang jahil dalam memahami agama, mendadak bermunculan berbicara tentang agama.
Islam tak ubahnya menjadi pasar. Dalam pasar itu, silang sengkarut teriakan terdengar dimana-mana. Lidah busuk politisi PKS macam Hidayat Nurwahid, dengan mudah, me-label-i seorang Sandiaga Uno yang tak ada bekas-bekas sejarahnya hidup di dalam pesantren, disebut sebagai “santri”. Dan demi melengkapi syhawat busuk ini, rekannya sesama politisi PKS menyebut Sandi sebagai “santri paost-modernis”!
Miris. Sekali lagi amat miris jadinya. Lidah Jawa Jokowi yang mengucapkan “al-Fatihah” menjadi “alfatekah” digoreng habis segosong-gosongnya oleh kubu Prabowo. Melengkapi tuduhan para pendukungnya bahwa Jokowi anti Islam anti ulama.
Sekarang, setelah Prabowo lebih parah daripada Jokowi, apakah kubu Prabowo, para pendukung Prabowo berani berucap bahwa Prabowo anti Islam, anti Ulama?
Nggak! Kubu ini tetap merasa Prabowo pilihan ulama, didukung ulama, pembela Islam. Politisi macam Fazli Zon malah mengukuhkan keberislaman Prabowo ini.
Jadi, bukannya sadar bahwa yang keliru akui keliru. Kubu Prabowo ini tak punya kesadaran itu. Sebaliknya—persis kampret yang otaknya kebalik—mereka tetap tak mau mengakui kekeliruan.
Sungguh celaka orang-orang ini. Men-sifati kelompoknya sendiri sebagai pembela Islam, pembela ulama, tetapi moralitasnya hancur, intelektualitasnya buntu, namun teriakannya paling kencang sendiri.
Jika ditunjukkan letak kesalahannya, kontan mereka mengoperasikan sistem ngeles yang memuakkan. Kalau tak ngeles, para junjungannya serta-merta minta maaf, lalu bikin hoax lagi, lalu minta maaf lagi.
Namun ketika Ahok sudah minta maaf atas keseleo lidahnnya, bahkan hingga Ahok dipenjara hingga mau bebas, Ahok tetap dibenci. Tak ada maaf bagi penista, katanya.
Baiklah. Menuruti nalar sakit kubu ini, yang selalu menebarkan kebencian pada Jokowi, pantaslah sekarang ini untuk mempertanyakan kadar keIslaman Prabowo sendiri!
Apakah Prabowo terbiasa sholat lima waktu? Kalau terbiasa, tepat waktukah dia menjalankan sholat fardlu? Bisakah dia menjadi imam sholat? Apa bisa dia membaca kitab suci al-Qur’an?
Tunjukkan kalau bisa! Agar bangsa ini tahu calon presiden hasil ijtimak para ulama ini memang seorang muslim yang sejati! Jangan hanya mengaku-aku saja. Jangan hanya menganggapnnya pembela Islam!
Kalau Prabowo bisa menunjukkan semua itu, minimal melantukan surah Yasin di depan publik, nilai kepantasan seorang muslim calon presiden hasil ijtimak ulama patut diberikan kepadanya.
Tapi kalau ternyata Prabowo tak bisa mengaji al-Qur’an, pantas-lah kesimpulan bahwa kubu ini hanyalah kubu yang memproduksi kebohongan demi kebohongan belaka. Bahkan tak segan-segan berbohong dengan mengatasnamakan Allah segala!