May Day 2021, Catatan Kelam Kondisi Pekerja Media

May Day 2021 Catatan Kelam Kondisi Pekerja Media
Gambar kartun by Irfan Arifin.

Semarang, 5NEWS.CO.ID,- Hingga kini telah melewati 75 tahun Indonesia Merdeka, namun kondisi kesejahteraan pekerja media masih jauh dari harapan. Produk Undang-Undang (UU) yang diciptakan oleh pemerintah pun cenderung gagal melindungi hak-hak kaum buruh. 1 Mei akan selalu menjadi penanda ingatan, bahwa buruh masih menjadi bagian kaum tertindas oleh kepentingan kekuasaan. Ironi yang terjadi, berbagai pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh perusahaan media mudah ditemui.

“Kondisi pekerja media di Kota Semarang sangat menyedihkan. Masih banyak perusahaan media di Kota Semarang menggaji pekerjanya jauh di bawah Upah Minumum Kota (UMK) Kota Semarang, yakni Rp 2,8 juta. Bahkan ada media yang menggaji wartawannya Rp 1 juta, Rp 1,2 juta, Rp 1,5 juta, hingga Rp 2 juta,” kata Koordinator Devisi Ketenagakerjaan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang, Abdul Mughis, Sabtu (1/5/2021).

Dikatakannya, pemberian upah layak, BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, hak cuti, uang lembur dan Tunjangan Hari Raya (THR), adalah beberapa hak paling mendasar yang wajib diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya.

“Faktanya, hampir semua hak tersebut tidak dijalankan oleh rata-rata perusahaan media. Bahkan perusahaan media yang beroperasi di Kota Semarang dan Jawa Tengah yang menggaji jurnalisnya secara layak masih bisa dihitung menggunakan jari,” ujarnya.  

Begitu pun, hak BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan kepada jurnalis atau pekerja media, wajib diberikan oleh perusahaan media. Pekerja media meliputi semua pekerja yang terlibat dalam proses produksi produk media, baik jurnalis, redaktur, lay out, desain grafis, admin, cleaning servis, skuriti dan lain-lain.

“Selain itu, fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tanpa pesangon dalam beberapa tahun terakhir di Kota Semarang sangat memilukan. Terdapat puluhan bahkan ratusan pekerja media menjadi korban ketidakadilan,” terang Mughis yang juga Ketua Serikat Pekerja Lintas Media (SPLM) Jawa Tengah.

Lebih lanjut, kata dia, ada pula perusahaan media gulung tikar, nasib karyawan terkatung-katung karena tidak ada kejelasan termasuk tidak mendapatkan hak pesangon. “Ironisnya, dari berbagai pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan sejumlah perusahaan media tersebut tidak ada penindakan oleh pihak berwenang, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja,” tegasnya.

Menurut dia, ini sangat ironis ketika jurnalis sangat getol menulis perjuangan buruh pabrik terkait UMK. “Bahkan isu UMK di kalangan buruh pabrik sudah selesai. Perjuangan buruh pabrik di Kota Semarang saat ini adalah memperjuangkan Standar Kehidupan Layak (KHL) di kisaran Rp 3,5 juta (dari UMK Rp 2,8 juta). Sedangkan kondisi pekerja media di Kota Semarang ini masih banyak yang mendapatkan gaji jauh di bawah UMK,” ujarnya.  

Ketua AJI Kota Semarang Aris Mulyawan mendesak semua perusahaan media di Kota Semarang wajib menaati aturan UU Ketenagakerjaan demi terwujudkan keadilan.  “Termasuk pemberian THR (Tunjangan Hari Raya). Perusahaan media wajib memberikan THR penuh, sesuai aturan UU. Tidak boleh dicicil,” tegasnya. 

Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang pelaksanaan pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja/buruh di perusahaan, menurutnya masih memunculkan celah yang dimanfaatkan oleh perusahaan untuk tidak membayar THR kepada karyawannya.

“Alasan terdampak pandemi ini justru bisa dijadikan dalih bagi perusahaan nakal untuk menghindari kewajiban membayar THR. Sedangkan dari Kemenaker sendiri tidak membuat penjelasan, ketentuan, aturan dan batasan bahwa  perusahaan tersebut benar-benar terdampak pandemi atau tidak. Artinya perlu adanya pembuktian yang menunjukkan bahwa keuangan perusahaan tidak mampu,” pungkas dia.