Layani Barat, Saudi Sebarkan Paham Wahabi (3)

    Penulis: Andre Vltchek

    Editor: Umar Husain

    Teroris Muslim, Siapa yang Disalahkan?

    Alasan utama pembodohan dan pelemahan sangat jelas. Masyarakat di negara-negara seperti Indonesia dan Arab Saudi dikondisikan agar mereka tidak melihat kenyataan mengerikan yang sedang mengelilingi mereka. Mereka di’suapi’ dan ‘ditenangkan’, juga dicekoki pemahaman bahwa sosialisme sama dengan ateisme dan bahwa ateisme itu jahat, ilegal dan ‘berdosa’.

    Demagog Barat melalui Arab Saudi memodifikasi Islam dan mengirimnya ke medan perang melawan kemajuan iptek dan tatanan dunia yang adil berdasarkan persamaan hak manusia di sisi Tuhan.

    Islam versi ini membela penjajahan Barat yang biadab. selain mematikan intelektualitas, Islam versi ini juga membonsai kreatifitas dari penduduk negara-negara tempat virus tersebut disuntikkan, termasuk Indonesia.

    Pada gilirannya,Barat akan mentolerir korupsi yang menyeluruh, kurangnya pelayanan sosial, bahkan genosida dan pembantaian terhadap rakyat Indonesia sendiri. Hal itu sudah terjadi di Timur Timor dan warga Papua yang tak bersenjata, baik laki-laki, perempuan dan bahkan anak-anak.

    Bukan hanya mentolerirnya, Barat juga akan turut serta secara langsung dalam pembantaian dan pemusnahan ini. Barat telah menyebarkan bentuk-bentuk paling kejam dari terorisme paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. Ironisnya, semua itu berlangsung, pada saat puluhan juta pengikut Wahabi mengisi masjid setiap hari.

    Paham Wahabi sangat bermanfaat bagi perusahaan pertambangan dan bank yang berkantor pusat di London dan New York. Islam versi Barat ini juga bekerja sangat baik bagi para penguasa dan ‘elit’ lokal di negara ‘klien’ mereka.

    Ziauddin Sardar , seorang sarjana Muslim terkemuka asal Pakistan yang tinggal di London, tidak ragu mengatakan bahwa ‘fundamentalisme Muslim’, sebagian besar, adalah hasil dari imperialisme Barat dan kolonialisme.

    Dalam sebuah percakapan yang kami lakukan beberapa tahun lalu, ia menjelaskan:

    “Kepercayaan antara Islam dan Barat memang telah hancur … Kita perlu menyadari bahwa kolonialisme melakukan lebih dari sekadar merusak negara dan budaya Muslim. Kolonialisme memainkan peran utama dalam penindasan untuk menghilangkan pengetahuan dan pembelajaran, pemikiran dan kreativitas, dari budaya Muslim,”

    “Sebagai akibatnya, budaya Muslim tidak terhubung dengan sejarah mereka sendiri dengan banyak konsekuensi serius. Misalnya, penindasan kolonial terhadap ilmu pengetahuan Islam menyebabkan perpindahan budaya ilmiah dari masyarakat Muslim,”

    “Barat melakukannya dengan memperkenalkan sistem administrasi, hukum, pendidikan, dan ekonomi baru yang semuanya dirancang untuk menanamkan ketergantungan, kepatuhan, dan kepatuhan terhadap kekuatan kolonial. Kemunduran ilmu pengetahuan dan pembelajaran Islam adalah salah satu aspek dari pembusukan ekonomi dan politik secara umum dan kemunduran masyarakat Muslim,”

    “Karena itu, Islam telah diubah dari budaya yang dinamis dan cara hidup yang holistik menjadi retorika belaka. Pendidikan Islam telah menjadi jalan buntu, tiket satu arah menuju pemutusan hubungan dari sumber utamanya. Hal ini kemudian menjadi penyebab mundurnya peradaban Muslim,”

    “Maksud saya, ajaran asli yang membentuk dan memberi arah kepada masyarakat Muslim dibuat agar menjadi terpisah dari kehidupannya sehari-hari. Ini  yang kita temukan dalam masyarakat Muslim saat ini. Neo-kolonialisme Barat melanggengkan sistem itu.”(bersambung…)

    Catatan:

    Andre Vltchek  adalah seorang filsuf, novelis, pembuat film, dan jurnalis investigatif. Dia telah meliput perang dan konflik di puluhan negara. Tiga dari buku terbarunya adalah upeti untuk  “Revolusi Sosialis Besar Oktober”  sebuah novel revolusioner  “Aurora”  dan sebuah karya non-fiksi politik terlaris: ” Mengungkap Lies Of The Empire “. Lihat buku-bukunya yang lain di  sini . Saksikan  Rwanda Gambit , film dokumenter pertamanya tentang Rwanda dan DRCongo dan film / dialognya dengan Noam Chomsky  “On Western Terrorism” . Vltchek saat ini tinggal di Asia Timur dan Timur Tengah, dan terus bekerja di seluruh dunia.

    Tulisan ini pertama kali diterbitkan oleh Global Research pada 27 Mei 2018.