Kutukan, Sebab Runtuhnya Israel?

    Seorang demonstran mengibarkan bendera Palestina selama protes terhadap pemukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel. Foto Reuters

    Kutukan dunia atas kekejaman Israel membahana di seluruh dunia pada Hari Quds atau Yerusalem (dalam bahasa Arab) yang diperingati pada tanggal 7 Mei 2021. Hari solidaritas terhadap bangsa Palestina ini diperingati setiap hari Jumat terakhir bulan Ramadhan. Pekik kutukan terhadap Israel pun bergema di cakrawala langit, setidaknya di setiap akhir bulan puasa.

    Berdirinya Rezim Israel

    Rezim Israel berdiri atas dasar konsep Tanah Israel (Eretz Yisrael), yakni tanah yang diklaim secara sepihak sebagai wilayah Kerajaan Yehuda kuno. Pada 2 November 1917, Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour menulis sebuah surat kepada warga negara Yahudi di Inggris, Baron Lionel Walter Rothschild. Surat itu menyatakan dukungan Pemerintah Inggris atas pendirian negara Yahudi di Palestina.

    Surat itu kemudian dikenal sebagai Deklarasi Balfour. Deklarasi ini secara umum dipandang sebagai salah satu katalis utama hari Nakba, pembersihan etnis Palestina pada 1948, dan konflik yang terjadi dengan negara Zionis Israel.(Republika).

    Deklarasi tersebut dianggap sebagai salah satu dokumen yang paling kontroversial dan dipertentangkan dalam sejarah modern dunia Arab. Dokumen ini juga membuat bingung para sejarawan selama beberapa dekade.

    Dilansir Aljazirah, Deklarasi Balfour (atau Janji Balfour dalam bahasa Arab) adalah janji politik yang diberikan Inggris pada tahun 1917. Tujuannya adalah untuk mendirikan pemukiman bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Deklarasi itu dibuat selama Perang Dunia I (1914-1918) dan dimasukkan dalam ketentuan sistem British Mandate for Palestine setelah pembubaran Kekaisaran Ottoman.

    Apa yang disebut sebagai ‘sistem mandat’ oleh kekuatan Sekutu adalah bentuk kolonialisme dan pendudukan yang terselubung. Sistem ini ‘memaksa’ aturan pemenang perang (sekutu) diberlakukan di wilayah negara yang kalah dalam PD I, yaitu Jerman, Austria-Hungaria, Kekaisaran Ottoman, dan Bulgaria. Setelah Perang Dunia I, Liga Bangsa-Bangsa (sekarang PBB) menyetujui Mandat Britania berlaku di Palestina dan menyebutnya sebagai negara Yahudi.

    Saat British Mandate for Palestine diberlakukan, populasi Yahudi kurang dari 10 persen dari jumlah penduduk Palestina pada saat itu. Pasca diberlakukannya mandar, Inggris pun memfasilitasi proses imigrasi etnis Yahudi Eropa ke Palestina. Antara 1922 dan 1935, populasi Yahudi meningkat pesat hingga mencapai 27 persen dari total penduduk.

    Deklarasi Balfour mengatur agar hak sipil dan agama dari komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina tidak dirugikan. Namun kenyataannya, etnis Yahudi didukung agar berkuasa dengan mengorbankan orang-orang Arab Palestina.

    Pada tahun 1947, PBB menyetujui pembagian Palestina menjadi dua negara, yaitu satu negara Yahudi dan satu negara Arab. Pada 14 Mei 1948, Israel memproklamasikan kemerdekaannya dan diikuti oleh peperangan dengan negara-negara Arab di sekitarnya yang menolak rencana pembagian ini. Israel kemudian memenangkan perang ini dan mengukuhkan kemerdekaannya.

    Akibat perang ini pula, Israel berhasil memperluas batas wilayah negaranya melebihi batas wilayah yang ditentukan oleh Rencana Pembagian Palestina. Sejak saat itu, Israel terus menerus berseteru dengan negara-negara Arab tetangga, menyebabkan peperangan dan kekerasan yang berlanjut sampai saat ini.

    Sejak awal pembentukan Negara Israel, batas dan hak Israel telah dipertentangkan oleh banyak pihak, terutama oleh negara Arab dan para pengungsi Palestina. Israel telah menandatangani perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, namun usaha perdamaian antara Palestina dan Israel sampai sekarang belum berhasil.

    Iran, Pencetus Hari al-Quds

    Revolusi Iran yang lebih dikenal dengan sebutan Revolusi Islam, adalah revolusi yang mengubah Iran dari sistem monarki di bawah Shah Mohammad Reza Pahlavi, menjadi Republik Islam yang dipimpin oleh Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini, sang pemimpin revolusi dan pendiri dari Republik Islam. Iran secara resmi menjadi Republik Islam pada 1 April 1979 ketika bangsa Iran menyetujuinya melalui referendum nasional.

    Wikipedia melansir bahwa revolusi ini memiliki keunikan tersendiri karena mengejutkan seluruh dunia. Tidak seperti berbagai revolusi di dunia, Revolusi Iran tidak disebabkan oleh kekalahan dalam perang, krisis moneter, pemberontakan petani, atau ketidakpuasan militer, yang menghasilan perubahan besar dengan sangat cepat.

    Gerakan rakyat meruntuhkan sebuah rezim monarki meskipun rezim tersebut dilindungi oleh angkatan bersenjata dan pasukan keamanan yang sangat kuat melalui dukungan Barat. Iran pun bertransformasi dari sistem monarki menjadi teokrasi di bawah pimpinan seorang ulama berusia 80 tahun.

    Pasca kemenangan Revolusi Islam, Pemimpin Tertingi Iran kala itu, Imam Khomeini, mencetuskan semangat pembelaan atas kemerdekaan bangsa Palestina. Iran juga memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel dan membuka kedutaan Palestina di Iran.

    Pada 13 Ramadhan 1399 H atau tanggal 7 Agustus 1979, Imam Khomeini mengeluarkan pernyataan resmi bahwa hari Jumat terakhir pada bulan Ramadhan ditetapkan sebagai hari al-Quds Sedunia. Berikut pernyataan resmi Ayatullah Agung Ruhollah Khomeini:

    Bismillahi Rahmanir Rahim

    Saya selama beberapa tahun telah memperingatkan kepada umat Islam terkait ancaman Rezim Zionis Israel. Kini Israel dengan buas menyerang saudara-saudara kita di Palestina serta Libanon Selatan. Untuk memberantas pejuang Palestina, Israel tak segan-segan membombardir rumah-rumah warga.

    Saya meminta seluruh umat Islam dunia untuk menjadikan hari Jumat terakhir bulan Ramadhan – yang termasuk malam-malam Lailatul Qadar dan juga dapat menjadi penentu nasib bangsa Palestina – sebagai Hari Quds dan mengumumkan solidaritas internasional umat Islam dalam mendukung hak-hak legal bangsa Palestina. Saya berdoa semoga kaum Muslimin mencapai kemenangan atas orang kafir.

    Kutukan Yang Meruntuhkan

    Pulau Solomon merupakan negara di Malanesia terletak di timur Papua New Guinea dan terdiri dari 990 buah pulau. Pulau Solomon menjadi sebuah negeri naungan United Kingdom sejak 1890-an. Kepulauan Solomon diberi hak kedaulatannya sendiri pada tahun 1976. Negara ini masih menjadi anggota Kerajaan Komanwel. Terdapat kisah unik di pulau tersebut, penduduk primitif yang tinggal di sana punya sebuah kebiasaan yang menarik yakni meneriaki pohon.

    Ketika akan membuka lahan bercocok tanam di dalam hutan, konon, tidak perlu menebang dan membakar hutan. Mereka cukup beramai-ramai mengitari tiap pohon sambil berteriak-teriak dengan kata-kata kutukan yang kasar lagi menghina selama kurang lebih empat puluh hari.

    Pohon yang diteriaki itu perlahan-lahan daunnya mulai mengering. Setelah itu dahan-dahannya juga mulai rontok dan perlahan-lahan pohon itu akan mati dan mudah ditumbangkan.

    Menurut penelitian, komponen pikiran kita adalah berupa partikel dan atom, jadi semesta ini bergerak karena atom tersebut saling menarik dan sinkron untuk menjadikan hal-hal disekitar kita saling berkaitan. Apabila kita memberikan energi positif maka alam akan menerimanya dengan energy positif juga, begitupula sebaliknya apabila kita menyebarkan energi negatif. (Medialingkungan dot com, Mei 2014)

    Mereka telah membuktikan bahwa teriakan-teriakan yang dilakukan terhadap mahkluk hidup seperti pohon akan menyebabkan benda tersebut kehilangan rohnya. Akibatnya, dalam waktu singkat, makhluk hidup itu akan mati.

    Kini, 42 tahun berselang sejak Hari Quds Sedunia dicanangkan. Akankah kutukan dunia menjadikan rezim Israel ‘mengering’, ‘rontok’ dan ‘mati perlahan’ lalu mudah ditumbangkan seperti pohon di Kepulauan Solomon?